Hagai 1:11

"Aku memanggil kekeringan atas negeri, atas gunung-gunung, atas gandum, atas anggur, atas minyak, dan atas segala yang tumbuh dari tanah; atas manusia dan hewan, dan atas segala hasil jerih payahmu."

Memahami Peringatan dan Janji

Ayat Hagai 1:11 merupakan bagian dari seruan nabi Hagai kepada umat Israel pasca pembuangan ke Babel. Ayat ini hadir sebagai peringatan keras mengenai konsekuensi dari mengabaikan pembangunan Bait Allah. Dalam konteks sejarahnya, umat Israel saat itu telah kembali ke Yerusalem namun lebih memprioritaskan pembangunan rumah dan kenyamanan pribadi mereka sendiri, sementara Bait Allah yang merupakan pusat ibadah dan hubungan mereka dengan Tuhan dibiarkan terbengkalai.

Kata-kata Hagai tentang memanggil kekeringan, mengeringkan gunung-gunung, serta hilangnya hasil bumi dan jerih payah, bukanlah sekadar ancaman kosong. Ini adalah gambaran dampak langsung dari ketidaktaatan terhadap perintah Allah. Kekeringan melambangkan ketiadaan berkat, kelimpahan, dan kehidupan. Ketika tanah kering, tidak ada yang bisa tumbuh. Gandum, anggur, dan minyak – sumber kehidupan dan kemakmuran – menjadi langka. Ini secara otomatis berdampak pada manusia dan hewan, serta segala upaya yang telah mereka lakukan. Kehidupan menjadi sulit, perjuangan menjadi sia-sia, dan harapan meredup.

Namun, penting untuk melihat ayat ini tidak hanya sebagai hukuman, tetapi juga sebagai panggilan untuk introspeksi dan perubahan. Peringatan ini diberikan agar umat dapat menyadari kesalahan mereka dan kembali kepada prioritas yang benar. Allah tidak menginginkan kehancuran umat-Nya, melainkan pemulihan dan keberlimpahan. Melalui Hagai, Allah menunjukkan bahwa ketiadaan berkat yang mereka alami adalah cerminan dari ketiadaan berkat spiritual yang terjadi ketika mereka menjauh dari-Nya dan mengabaikan hal yang paling penting bagi-Nya.

Kisah Hagai 1:11 memberikan pelajaran yang relevan hingga kini. Ia mengingatkan kita bahwa prioritas kita dalam hidup sangat menentukan arah berkat dan keberlimpahan yang kita terima. Ketika kita menempatkan hal-hal duniawi atau kepentingan pribadi di atas hubungan kita dengan Tuhan dan melupakan panggilan-Nya, kita berisiko mengalami "kekeringan" spiritual dan material. Sebaliknya, ketika kita memprioritaskan Tuhan, kesaksian-Nya, dan melayani-Nya, maka janji keberlimpahan, baik secara spiritual maupun duniawi, akan terwujud dalam hidup kita. Ayat ini mengundang kita untuk bertanya: apa yang menjadi prioritas utama dalam hidup kita hari ini? Apakah kita telah membangun "Bait Allah" dalam hidup kita, atau kita membiarkannya terbengkalai demi hal lain yang lebih fana?