"Dan Yefta berkata kepada para tua-tua Gilead: 'Dapatkah kamu mengizinkan aku untuk kembali dan berperang melawan bani Amon, dan TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tanganku?'"
Kisah Yefta, yang tercatat dalam Kitab Hakim-hakim 11:13, menyajikan narasi yang penuh dengan pelajaran berharga tentang iman, keberanian, dan pengambilan keputusan di bawah tekanan. Yefta adalah seorang tokoh yang diasingkan oleh saudara-saudaranya karena ibunya adalah seorang perempuan sundal. Meskipun demikian, ketika bani Amon bangkit melawan Israel, para tua-tua Gilead teringat akan kemampuan Yefta dalam peperangan dan memintanya untuk menjadi pemimpin mereka.
Permintaan para tua-tua Gilead menunjukkan betapa gentingnya situasi yang dihadapi bangsa Israel. Dalam keadaan terdesak, mereka terpaksa mencari bantuan dari seseorang yang sebelumnya mereka pandang rendah. Inilah titik balik bagi Yefta. Ia tidak menyimpan dendam atas perlakuan buruk yang diterimanya. Sebaliknya, ia melihat kesempatan untuk membuktikan dirinya dan, yang terpenting, untuk membela bangsanya.
Sebelum menerima tawaran tersebut, Yefta mengajukan pertanyaan krusial kepada para tua-tua Gilead: "Dapatkah kamu mengizinkan aku untuk kembali dan berperang melawan bani Amon, dan TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tanganku?" (Hakim-hakim 11:13). Pertanyaan ini bukan sekadar basa-basi, melainkan inti dari keyakinannya. Yefta sangat memahami bahwa kemenangan tidak datang dari kekuatan militer semata, melainkan dari pertolongan dan perkenanan Tuhan. Ia ingin memastikan bahwa para tua-tua sepakat untuk mengakui Tuhan sebagai sumber kemenangan mereka.
Setelah mendapatkan persetujuan dan pengakuan bahwa Tuhanlah yang akan memimpin dan memberikan kemenangan, Yefta akhirnya menerima tanggung jawab itu. Kisah ini kemudian berlanjut dengan Yefta membuat sebuah nazar yang sangat serius kepada Tuhan. Ia berjanji bahwa jika Tuhan memberikannya kemenangan atas bani Amon, maka siapa pun yang pertama kali keluar dari pintu rumahnya untuk menyambutnya ketika ia kembali dalam kemenangan, akan dipersembahkan sebagai korban bakaran kepada Tuhan. Janji ini menunjukkan betapa besar desakan dan keyakinannya, namun juga menjadi titik kontroversi dalam narasi selanjutnya, menyoroti pentingnya berhati-hati dalam berbicara dan membuat perjanjian, terutama dengan Tuhan.
Ayat Hakim-hakim 11:13 memberikan kita wawasan tentang bagaimana Yefta menghadapi tantangan. Ia tidak langsung terjun ke medan perang tanpa persiapan rohani. Ia mencari kepastian dari Tuhan melalui pertanyaan yang diajukannya kepada para pemimpinnya. Hal ini mengajarkan kita bahwa dalam menghadapi kesulitan, penting untuk tidak hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri, tetapi juga untuk mencari tuntunan dan kepastian dari kekuatan yang lebih tinggi, serta melibatkan Tuhan dalam setiap langkah yang diambil. Keberanian Yefta, yang didasari oleh iman dan pencarian akan kehendak Tuhan, menjadi inspirasi bagi banyak orang hingga kini. Peristiwa ini menegaskan bahwa bahkan dari latar belakang yang sulit, seseorang dapat bangkit menjadi pemimpin yang hebat ketika ia bersandar pada kekuatan ilahi dan bertindak dengan keberanian yang terinformasi oleh iman.