"Dan Roh TUHAN datang dengan kuat atasnya, sehingga ia mengoyaknya, seperti orang mengoyak seekor anak kambing, padahal ia tidak punya apa-apa dalam tangannya." - Hakim 14:6
Kitab Hakim, khususnya pada pasal 14 hingga 18, menyajikan serangkaian narasi yang memukau tentang para pemimpin yang dipilih oleh Tuhan untuk menyelamatkan umat Israel dari penindasan. Salah satu tokoh sentral yang muncul dalam rentang pasal ini adalah Simson. Kisahnya yang penuh dengan kekuatan supernatural namun juga kelemahan pribadi menjadi cerminan menarik tentang bagaimana Tuhan dapat menggunakan individu yang tidak sempurna untuk tujuan-Nya yang mulia. Fokus pada periode hakim-hakim ini menggarisbawahi tema sentral kekuasaan ilahi yang bekerja melalui manusia, serta perjuangan umat Israel untuk mempertahankan iman dan kemerdekaan mereka.
Pasal 14 memulai kisah Simson dengan narasi pernikahannya yang penuh teka-teki. Keinginan Simson untuk menikahi seorang wanita Filistin, sebuah keputusan yang tidak lazim bagi bangsanya, mengarah pada sebuah ujian kekuatan yang luar biasa. Saat menuju kebun anggur Timna, seekor singa mengamuk kepadanya, dan Roh TUHAN datang dengan kuat atasnya, memungkinkannya membunuh singa tersebut dengan tangan kosong. Ini adalah demonstrasi awal dari kekuatan luar biasa yang dianugerahkan kepadanya. Peristiwa ini kemudian mengarah pada teka-teki yang ia berikan kepada para tamunya, yang berakar pada pertemuannya dengan bangkai singa dan lebah yang bersarang di dalamnya. Teka-teki ini bukan sekadar permainan kata, melainkan simbol dari bagaimana Tuhan dapat menghasilkan kebaikan bahkan dari situasi yang tampaknya mengerikan dan tidak terduga. Penggunaan kata hakim dalam konteks ini merujuk pada peran Simson sebagai pahlawan yang diutus Tuhan.
Ketika kita beralih ke pasal-pasal berikutnya, kita melihat bagaimana kekuatan Simson dimanfaatkan dalam perjuangannya melawan bangsa Filistin, musuh bebuyutan Israel. Walaupun seringkali didorong oleh emosi pribadi dan balas dendam, tindakannya secara keseluruhan berkontribusi pada upaya pembebasan bangsanya. Pasal 15 menceritakan berbagai aksi heroik dan terkadang brutal Simson, seperti mengikat 300 ekor rubah dengan obor di ekornya dan melepaskannya ke ladang gandum Filistin, atau menggunakan tulang rahang keledai untuk membunuh seribu orang. Tindakan-tindakan ini menunjukkan bagaimana Tuhan dapat memakai instrumen yang tidak biasa untuk mencapai kemenangan. Kisah Simson menjadi bukti bahwa bahkan dalam keterbatasan dan kerapuhan manusia, kehendak ilahi dapat terwujud. Periode para hakim ini dipenuhi dengan momen-momen seperti ini, di mana pemimpin-pemimpin dipilih secara khusus untuk tugas-tugas yang luar biasa.
Pasal 16 membawa kita pada akhir tragis kisah Simson, yang sebagian besar disebabkan oleh kelemahannya terhadap Delila. Keterikatannya yang buta dan pengkhianatan yang menyakitkan ini menyebabkan ia kehilangan kekuatan ilahinya. Namun, bahkan dalam kegelapan dan perbudakan di Gaza, Simson akhirnya menemukan kembali kekuatannya untuk satu tindakan terakhir yang menghancurkan. Dalam doa terakhirnya, ia memohon agar Tuhan memberinya kekuatan satu kali lagi untuk membalas dendam atas kedua matanya, ia mendorong tiang-tiang rumah dewa Dagon, menyebabkan kehancuran besar dan kematiannya sendiri bersama dengan ribuan orang Filistin. Ini adalah akhir yang dramatis namun penuh makna, menekankan bahwa kekuatan sejati berasal dari Tuhan, dan bahwa bahkan dalam kehancuran, ada penebusan dan keadilan yang ditegakkan. Peran para hakim seperti Simson mengajarkan kita tentang siklus dosa, kesulitan, dan penyelamatan yang berulang dalam sejarah Israel.
Lebih luas lagi, pasal 17 hingga 18 menceritakan kisah tentangéquipement suku Dan dan pendirian berhala di Dan. Ini menyoroti periode kegelapan spiritual yang melanda Israel pada masa itu, di mana "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri." Kisah-kisah ini, meskipun terpisah dari Simson, memberikan konteks yang lebih luas tentang keadaan bangsa Israel yang membutuhkan para hakim. Periode ini menggambarkan tantangan dalam mempertahankan kesetiaan kepada Tuhan di tengah godaan penyembahan berhala dan kekacauan sosial. Namun, bahkan dalam gambaran yang suram ini, ada penegasan bahwa Tuhan tetap berdaulat, dan Dia terus bekerja untuk membimbing umat-Nya, meskipun melalui cara-cara yang seringkali tidak terduga. Kisah-kisah dalam Hakim 14-18 mengingatkan kita akan pentingnya kekuatan iman, keadilan ilahi, dan peran para pemimpin yang diutus Tuhan.