Hakim 17:9

"Berkatalah Laban: ‘Sudah menjadi kebiasaan di daerah kami, bahwa yang lebih muda harus dinikahkan dahulu, sebelum yang tua."

Simbol Keadilan dan Urutan

Ayat Hakim 17:9 menghadirkan sebuah tradisi yang unik dan menarik dari daerah suku Efraim, yaitu sebuah adat pernikahan di mana anak perempuan yang lebih muda harus dinikahkan terlebih dahulu sebelum kakak perempuannya. Ungkapan ini diucapkan oleh Laban, seorang tokoh yang tampaknya memegang teguh kebiasaan keluarga dan sukunya. Dalam konteks cerita yang lebih luas di Kitab Hakim, ayat ini seringkali disajikan bersama dengan kisah Mikha yang membuat patung ukiran dan efod pribadi, serta kisah orang Lewi yang tinggal di Betlehem Yehuda dan kemudian menjadi imam bagi suku Dan. Semua kisah ini terjadi pada periode ketika "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri," sebuah masa kekacauan dan ketiadaan otoritas pusat yang kuat di Israel.

Namun, menarik untuk merenungkan makna yang terkandung dalam kebiasaan Laban. Meskipun mungkin tampak tidak lazim bagi budaya kita, tradisi ini menyiratkan adanya sebuah tatanan, sebuah aturan yang dihormati dalam masyarakat tersebut. Ada prioritas yang jelas, sebuah urutan yang harus diikuti demi menjaga keharmonisan dan mencegah potensi kecemburuan atau ketidakadilan dalam keluarga. Laban, dalam ucapan singkatnya, menegaskan komitmennya terhadap tatanan ini. Ini bisa diartikan sebagai upaya untuk menjaga integritas keluarga dan memastikan bahwa setiap anggota keluarga diperlakukan dengan adil sesuai dengan peran dan posisinya.

Dalam beberapa interpretasi, kebiasaan ini bisa juga dilihat sebagai refleksi dari pentingnya sebuah "rantai" atau "garis keturunan" yang terus berlanjut. Menikahkan yang lebih muda terlebih dahulu mungkin dianggap sebagai cara untuk memastikan bahwa generasi berikutnya akan segera terjamin, dan tradisi keluarga akan terus berlanjut tanpa terputus. Ini bisa menjadi cara untuk menghindari situasi di mana seorang kakak perempuan merasa terlupakan atau tidak berharga karena adiknya menikah lebih dulu.

Meskipun ayat ini sendiri tidak secara langsung berbicara tentang "hakim" dalam pengertian para pemimpin spiritual atau militer Israel pada masa itu, ia memberikan gambaran tentang bagaimana norma-norma sosial dan keluarga beroperasi dalam masyarakat Israel kuno. Adat ini menunjukkan bahwa, bahkan di tengah ketidakpastian politik dan kekacauan spiritual yang digambarkan dalam Kitab Hakim, masyarakat masih memiliki struktur dan aturan yang mereka ikuti. Laban, sebagai penutur ayat ini, bertindak sebagai semacam "hakim" dalam konteks keluarganya, menegakkan tradisi yang ia yakini benar dan adil.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa konsep keadilan dan keteraturan dapat bervariasi antar budaya dan waktu. Apa yang mungkin tampak aneh bagi kita, bisa jadi merupakan prinsip penting yang menopang kehidupan sosial dan keluarga di tempat dan waktu lain. Memahami konteks sejarah dan budaya dari ayat-ayat Alkitab seperti Hakim 17:9 memungkinkan kita untuk mendapatkan pandangan yang lebih kaya dan nuansa tentang kehidupan dan pemikiran orang-orang di masa lalu, serta merenungkan prinsip-prinsip universal yang mungkin masih relevan hingga kini, seperti pentingnya tatanan, keadilan, dan perhatian terhadap kebutuhan setiap individu dalam sebuah komunitas.