"Dan mereka berteriak kepada TUHAN, lalu TUHAN membangkitkan seorang penyelamat bagi orang Israel, yakni Ehud, anak Gera, orang suku Benyamin, seorang yang kidal."
Kitab Hakim-Hakim mencatat periode penting dalam sejarah Israel, sebuah masa di mana bangsa ini seringkali jatuh ke dalam dosa dan kemudian mengalami penindasan. Namun, di tengah kesulitan tersebut, selalu ada campur tangan Tuhan yang membangkitkan para hakim untuk membebaskan umat-Nya. Ayat Hakim-Hakim 3:29 merupakan momen krusial yang memperkenalkan salah satu hakim tersebut: Ehud. Kisah ini menyoroti bagaimana Tuhan secara aktif mendengarkan seruan umat-Nya ketika mereka berteriak meminta pertolongan.
Ayat ini tidak hanya sekadar mencatat sebuah peristiwa, tetapi juga mengungkapkan pola ilahi yang konsisten: kesetiaan Tuhan kepada janji-Nya untuk memelihara Israel, bahkan ketika mereka jauh dari ketaatan. "Dan mereka berteriak kepada TUHAN" menunjukkan sebuah pengakuan atas ketidakmampuan mereka sendiri untuk mengatasi masalah dan sebuah pengakuan bahwa sumber pertolongan sejati adalah Tuhan. Tanggapan Tuhan datang seketika dan spesifik: "lalu TUHAN membangkitkan seorang penyelamat bagi orang Israel." Ini bukanlah kebetulan, melainkan sebuah kehendak ilahi yang terarah.
Ehud, yang disebutkan sebagai "anak Gera, orang suku Benyamin, seorang yang kidal," memiliki karakteristik unik yang mungkin awalnya terlihat sebagai kelemahan. Namun, dalam tangan Tuhan, kekhasan ini justru menjadi alat yang efektif. Menjadi kidal di tengah masyarakat yang mayoritas menggunakan tangan kanan bisa menimbulkan beberapa tantangan sosial, namun di sinilah Tuhan seringkali bekerja, menggunakan apa yang dianggap tidak biasa atau lemah untuk menunjukkan kuasa-Nya.
Kisah Ehud selanjutnya (yang dibahas dalam ayat-ayat berikutnya setelah 3:29) menceritakan bagaimana dia memanfaatkan situasinya sebagai seorang kidal untuk menyelinap melewati penjaga dan membunuh Eglon, raja Moab, yang telah menindas Israel selama delapan belas tahun. Penindasan ini begitu parah sehingga orang Israel harus membayar upeti dan hidup dalam ketakutan. Ehud, dengan kelihaian dan keberanian yang diberikan Tuhan, menjadi instrumen pembebasan yang dramatis.
Hakim-Hakim 3:29 mengajarkan kita beberapa pelajaran berharga. Pertama, tentang sifat Allah yang penuh kasih dan pendengar doa. Sekalipun umat-Nya berdosa, Tuhan tidak pernah sepenuhnya meninggalkan mereka. Ketika mereka mencari-Nya dengan tulus, Dia merespons. Kedua, tentang bagaimana Tuhan menggunakan individu dengan cara yang tidak terduga. Ehud yang kidal menjadi pahlawan Israel, membuktikan bahwa kekuatan sejati datang dari Tuhan dan bukan dari kecakapan manusia semata.
Kisah ini juga mengingatkan kita akan siklus dosa, penghukuman, pertobatan, dan pembebasan yang berulang dalam sejarah Israel. Ini adalah gambaran tentang perjuangan manusia yang terus-menerus melawan godaan dan konsekuensinya, serta kepercayaan pada janji Allah. Dengan memahami konteks Hakim-Hakim 3:29, kita dapat melihat gambaran yang lebih besar tentang kesetiaan Tuhan yang tak tergoyahkan dan kuasa-Nya untuk mengangkat serta menyelamatkan umat-Nya di saat-saat tergelap sekalipun. Kisah Ehud adalah bukti bahwa Tuhan selalu memiliki cara untuk memulihkan keadaan, seringkali melalui individu yang paling tidak kita duga.