Hakim-Hakim 8:20

"Lalu berkatalah ia kepada Yeter, anak sulungnya: 'Bangkitlah, bunuhlah mereka!' Tetapi Yeter tidak mengunuh pedangnya, sebab ia takut, ia masih muda."

Kemenangan yang Terasa Ganjil

Kisah dalam Kitab Hakim pasal 8 seringkali membawa kita pada gambaran pertempuran epik di mana pahlawan-pahlawan seperti Gideon memimpin bangsa Israel meraih kemenangan gemilang melawan musuh-musuh mereka. Namun, di balik sorak-sorai kemenangan itu, ada momen-momen refleksi yang mendalam, seperti yang tergambar dalam ayat 20 dari pasal 8 ini. Ayat ini menceritakan sebuah percakapan antara Gideon dan putra sulungnya, Yeter, yang menimbulkan pertanyaan penting tentang sifat kemenangan dan keberanian yang sesungguhnya.

Setelah pertempuran yang sengit melawan Midian, Gideon bersama pasukannya melanjutkan pengejaran terhadap raja-raja Midian yang tersisa. Dalam semangat kepahlawanan, Gideon memerintahkan Yeter, anak sulungnya, untuk bangkit dan menyelesaikan tugas membunuh para tawanan. Perintah ini, dalam konteks pertempuran, terdengar logis. Namun, reaksi Yeter sangat mengejutkan. Ia tidak menghunuskan pedangnya, dan alasannya adalah karena ia takut, sebab ia masih muda.

Perintah Gideon kepada Yeter ini bisa diartikan sebagai ujian. Gideon mungkin ingin menguji keberanian dan kematangan putranya, sekaligus melibatkan generasi muda dalam kemenangan yang telah diraih. Namun, respons Yeter menyoroti bahwa pengalaman dan ketakutan adalah hal yang wajar, terutama bagi mereka yang belum terbiasa dengan kekerasan dan kengerian perang. Ketakutan Yeter bukanlah tanda kelemahan moral, melainkan pengakuan atas realitas situasi yang dihadapinya.

Refleksi tentang Kepemimpinan dan Ketakutan

Ayat ini memberikan ruang untuk merenungkan beberapa aspek penting. Pertama, tentang kepemimpinan. Apakah seorang pemimpin selalu harus menekan atau mengabaikan ketakutan yang dimiliki anak buahnya, bahkan keluarganya? Atau justru seorang pemimpin yang bijaksana perlu memahami dan membimbing mereka yang masih ragu atau takut? Gideon, meskipun seorang pejuang ulung, dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak semua orang memiliki tingkat ketahanan mental yang sama.

Kedua, tentang ketakutan itu sendiri. Ketakutan bukanlah sesuatu yang harus selalu dihindari atau dianggap aib. Bagi Yeter, ketakutan adalah respons alami terhadap situasi yang menakutkan. Yang penting adalah bagaimana seseorang mengelola ketakutannya. Dalam konteks rohani, keberanian sejati seringkali bukanlah ketiadaan rasa takut, melainkan tindakan yang dilakukan meskipun merasa takut, dengan mengandalkan kekuatan yang lebih besar.

Meskipun ayat ini tidak secara langsung menghubungkan dengan Tuhan, namun kisah-kisah dalam Kitab Hakim secara keseluruhan menegaskan bahwa kemenangan bukanlah semata-mata hasil kekuatan manusia, melainkan anugerah dan pertolongan dari Tuhan. Perintah Gideon kepada Yeter, meskipun gagal dilaksanakan oleh Yeter sendiri, tetap menjadi bagian dari narasi besar bagaimana Tuhan bekerja melalui orang-orang yang Ia pilih, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka.

Ilustrasi seorang ayah menasihati anaknya yang ragu Gideon Yeter "Bangkitlah, bunuhlah mereka!" "Aku takut..."

Inti dari kisah Hakim-Hakim 8:20 bukanlah pada kegagalan Yeter, melainkan pada realitas keberanian dan pengalaman manusia yang beragam. Ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap usaha, terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan rohani dan pelayanan, kita perlu bersikap sabar, memahami, dan membimbing satu sama lain. Kemenangan sejati, pada akhirnya, tidak hanya diukur dari hasil akhir pertempuran, tetapi dari proses pembelajaran, pertumbuhan, dan ketergantungan kita pada kekuatan ilahi yang memimpin kita melalui setiap tantangan.