Hakim 9:5 - Kekuatan Kebijaksanaan Ilahi

"Lalu Abimelekh pergi ke Ofra, ke rumah pamannya, dan membunuh saudara-saudaranya, anak-anak Yerubaal, yang tujuh puluh orang itu, semuanya di atas satu batu. Tetapi Yotam, anak bungsu Yerubaal, terluput, sebab ia bersembunyi."

Kisah Kejatuhan Ambisi Buta Yotam Abimelekh

Ayat dari Kitab Hakim pasal 9 ayat 5 ini menyajikan sebuah narasi yang tragis namun sarat makna, menggarisbawahi konsekuensi mengerikan dari ambisi yang tak terkendali dan kehausan akan kekuasaan. Kisah ini berfokus pada Abimelekh, seorang putra Gideon (Yerubaal) yang lahir dari seorang gundik di Sikhem. Dalam upayanya untuk meraih kekuasaan, Abimelekh menunjukkan kebrutalan yang luar biasa.

Keluarga yang Terpecah Belah oleh Ambisi

Kutipan ini menceritakan bagaimana Abimelekh, dengan dukungan para bangsawan Sikhem yang telah ia provokasi, melakukan pembantaian terhadap tujuh puluh saudara tirinya, yaitu anak-anak Yerubaal. Tindakan ini dilakukan di satu tempat, di bukit Ofra, rumah paman mereka, sebuah lokasi yang seharusnya menjadi tempat perlindungan dan keluarga. Pembunuhan massal ini adalah bukti nyata dari kegelapan hati manusia ketika digerakkan oleh hasrat kekuasaan semata. Ketujuh puluh saudara tersebut, yang mungkin memiliki hak atau potensi untuk memimpin secara sah, dilenyapkan tanpa ampun demi mengkonsolidasikan kekuasaan Abimelekh.

Ironisnya, di tengah keganasan dan kejahatan tersebut, hanya Yotam, anak bungsu Yerubaal, yang berhasil lolos dari malapetaka ini. Keselamatannya bukan karena kekuatan atau kekuasaan, melainkan karena ia bersembunyi. Ini bisa diartikan sebagai perlindungan ilahi atau keberuntungan semata, namun dalam konteks narasi Alkitab, seringkali melambangkan adanya harapan yang tersisa, sebuah benih kebenaran atau keadilan yang tidak bisa sepenuhnya dimusnahkan.

Pelajaran dari Ambisi Buta

Kisah Abimelekh adalah studi kasus tentang bagaimana ambisi yang tidak disertai hikmat dan moralitas dapat berujung pada kehancuran. Pengkhianatan terhadap keluarga sendiri demi takhta menunjukkan kerapuhan ikatan manusiawi ketika dihadapkan pada godaan kekuasaan mutlak. Abimelekh, meskipun berhasil meraih kekuasaan, tidak membangunnya di atas fondasi yang kuat. Tindakannya yang kejam justru menabur benih ketidakpercayaan dan pemberontakan di kemudian hari, yang akhirnya berujung pada kejatuhannya sendiri.

Pelajaran utama dari Hakim 9:5 ini adalah peringatan keras terhadap cara-cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Kekuasaan yang diraih melalui kekerasan, pengkhianatan, dan kebohongan tidak akan pernah bertahan lama dan selalu membawa luka mendalam, baik bagi pelakunya maupun bagi orang-orang di sekitarnya. Kebijaksanaan sejati tidak terletak pada kemampuan untuk mendominasi atau menaklukkan, tetapi pada kemampuan untuk memerintah dengan keadilan, belas kasih, dan integritas. Keberhasilan semu Abimelekh menjadi cermin bagi kita semua tentang bahaya ambisi yang buta, yang mengorbankan nilai-nilai luhur demi tujuan sesaat.

Kisah Yotam yang bersembunyi juga bisa menjadi pengingat bahwa di tengah kegelapan, selalu ada potensi untuk kebangkitan kebenaran. Namun, untuk itu, diperlukan keberanian untuk menyuarakan kebenaran, seperti yang kemudian dilakukan Yotam melalui perumpamaan pohon zaitun, ara, dan pokok anggur yang ia sampaikan di Gunung Gerizim. Kebijaksanaan ilahi seringkali tersembunyi, namun ia memiliki kekuatan untuk mengungkapkan kebobrokan dan menyoroti jalan yang benar.