"Seluruhnya haruslah dipersembahkan sebagai korban api-apian bagi TUHAN."
Kitab Imamat merupakan salah satu bagian penting dalam Alkitab Perjanjian Lama yang memberikan panduan mendetail mengenai hukum, ibadah, dan tata cara hidup umat Israel kuno. Salah satu konsep sentral yang terus berulang dalam kitab ini adalah sistem persembahan korban yang diperintahkan oleh Tuhan. Ayat Imamat 3:11 secara spesifik merujuk pada salah satu jenis korban yang dipersembahkan, yaitu "korban api-apian." Perintah ini, "Seluruhnya haruslah dipersembahkan sebagai korban api-apian bagi TUHAN," mengandung makna teologis dan praktis yang mendalam bagi bangsa Israel saat itu dan terus menjadi bahan perenungan bagi umat beriman hingga kini.
Ayat ini merupakan bagian dari pasal yang membahas mengenai korban keselamatan atau korban pendamaian. Berbeda dengan korban bakaran penuh (holocaust) yang seluruhnya dibakar, atau korban penghapus dosa yang memiliki aturan spesifik, korban keselamatan dipersembahkan untuk mengungkapkan rasa syukur, damai sejahtera, atau sebagai tanda ikatan persekutuan yang erat antara umat dengan Tuhan. Namun, dalam konteks Imamat 3:11, penekanannya adalah bahwa bagian-bagian tertentu dari korban tersebut "seluruhnya haruslah dipersembahkan sebagai korban api-apian bagi TUHAN." Ini menunjukkan bahwa ada elemen yang sepenuhnya didedikasikan untuk Tuhan, tidak untuk dikonsumsi oleh imam atau umat.
Frasa "korban api-apian" (bahasa Ibrani: *'ishsheh*) seringkali diartikan sebagai persembahan yang dibakar di atas mezbah sebagai "bau yang menyenangkan" bagi Tuhan. Ini bukan berarti Tuhan secara harfiah membutuhkan makanan atau membaui asap, melainkan sebagai simbol penyerahan diri sepenuhnya dan pengabdian yang paling murni kepada-Nya. Membakar seluruh bagian yang ditentukan melambangkan pengakuan bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan kembali kepada-Nya. Ini adalah tindakan kedaulatan dan kepemilikan Tuhan atas segala ciptaan.
Dalam konteks Imamat 3:11, "seluruhnya" yang dipersembahkan sebagai korban api-apian merujuk pada lemak dan bagian-bagian tertentu yang dianggap paling baik dan berharga dari hewan yang dikorbankan. Lemak dalam budaya Timur Tengah kuno sering kali dianggap sebagai bagian yang paling kaya dan lezat, sehingga dipersembahkan kepada Tuhan sebagai bentuk penghormatan tertinggi. Dengan memberikan bagian terbaiknya, umat menunjukkan ketulusan dan kekayaan hati mereka dalam mendekat kepada Tuhan. Ini juga mengajarkan sebuah prinsip penting: apa yang kita persembahkan kepada Tuhan haruslah yang terbaik dari apa yang kita miliki.
Meskipun hukum persembahan korban secara fisik telah digenapi dalam diri Yesus Kristus, prinsip spiritual di balik Imamat 3:11 tetap relevan. Bagi orang percaya masa kini, "korban api-apian" dapat diartikan sebagai penyerahan hidup seutuhnya kepada Tuhan. Ini mencakup seluruh aspek kehidupan kita: pikiran, perasaan, kekuatan, talenta, waktu, dan sumber daya kita. "Lemak" kehidupan kita, yaitu hal-hal yang paling berharga dan terbaik yang kita miliki, haruslah dipersembahkan kepada-Nya sebagai bentuk ibadah yang hidup.
Persembahan ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi sebuah sikap hati yang konsisten. Ketika kita mengalokasikan waktu terbaik kita untuk berdoa dan membaca firman Tuhan, ketika kita menggunakan talenta kita untuk melayani sesama dan pekerjaan Tuhan, ketika kita memberikan sebagian dari berkat materi kita untuk kemuliaan-Nya, kita sedang mempersembahkan "korban api-apian" yang menyenangkan hati Tuhan. Imamat 3:11 mengingatkan kita untuk tidak setengah-setengah dalam mengasihi dan melayani Tuhan, tetapi memberikan segalanya, dengan keyakinan bahwa persembahan yang tulus dari hati adalah sesuatu yang sangat berharga di hadapan-Nya.