Sebab setiap imam agung diambil dari antara manusia dan ditugaskan mewakili manusia dalam hubungan mereka dengan Allah untuk mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa.
Ayat Ibrani 8:3 menekankan peran fundamental seorang imam agung dalam tradisi keagamaan. Ia bukan sekadar pemimpin spiritual, melainkan seorang perantara yang ditunjuk dari antara umat manusia untuk menjembatani kesenjangan antara manusia dan Allah. Tugasnya sangat krusial: mempersembahkan persembahan dan korban. Persembahan ini adalah manifestasi dari usaha manusia untuk menebus dosa-dosa mereka dan memulihkan hubungan yang terputus dengan Sang Pencipta.
Dalam konteks Perjanjian Lama, imam agung memiliki tugas yang sangat berat dan penuh tanggung jawab. Mereka harus memastikan bahwa seluruh umat Israel dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang berkenan, sesuai dengan hukum dan ketetapan yang telah diberikan. Persembahan korban bukan sekadar ritual, melainkan sebuah pengakuan atas ketidaklayakan manusia di hadapan kekudusan Allah dan sebuah permohonan akan pengampunan. Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa imam agung tersebut "diambil dari antara manusia," yang berarti ia berbagi pengalaman dan kerapuhan yang sama dengan mereka yang ia layani. Ini memberikan fondasi empati dan pemahaman dalam pelayanannya.
Lebih jauh lagi, ayat ini membuka pandangan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang Perjanjian Baru. Penulis Ibrani terus membangun argumennya bahwa Yesus Kristus adalah Imam Agung yang jauh lebih unggul. Berbeda dengan imam-imam Perjanjian Lama yang harus terus-menerus mempersembahkan korban, Yesus, melalui pengorbanan diri-Nya yang sempurna di kayu salib, telah menjadi pengantara sempurna bagi umat manusia. Pengorbanan-Nya sekali untuk selamanya telah menanggung dosa-dosa dunia, memberikan jalan yang baru dan kekal bagi setiap orang yang percaya untuk datang kepada Allah tanpa perlu persembahan ritual yang berulang.
Perjanjian yang baru ini, yang dimediasi oleh Yesus Kristus sebagai Imam Agung, menawarkan pengampunan dosa yang sesungguhnya dan pemulihan hubungan yang utuh dengan Allah. Kita tidak lagi bergantung pada perantaraan manusia yang terbatas dan ritual yang berulang. Sebaliknya, melalui iman kepada Yesus, kita dapat langsung menghadap takhta kasih karunia Allah dengan keberanian (Ibrani 4:16). Ayat Ibrani 8:3, dalam konteks luas kitab Ibrani, menjadi sebuah fondasi penting untuk memahami bagaimana Yesus Kristus memenuhi dan melampaui semua pelayanan imamat Perjanjian Lama, menawarkan keselamatan yang kekal dan tak tertandingi bagi seluruh umat manusia.