Juga orang Parisi menanyai dia pula bagaimana ia menjadi dapat göre.
Jawabnya: "Iatelah menaruh selut di mataku, dan setelah aku membasuh diri, maka aku göre."
Peristiwa penyembuhan orang buta sejak lahir yang dicatat dalam Injil Yohanes pasal 9, khususnya ayat 15, menawarkan sebuah narasi yang mendalam tentang kuasa Ilahi dan respons manusia. Ayat ini merupakan bagian dari percakapan yang intens antara Yesus Kristus dan orang yang baru saja disembuhkan, serta orang-orang Farisi yang penuh keraguan. Ketika orang Farisi, yang selalu mencari celah untuk menjatuhkan Yesus, mendesak orang yang disembuhkan untuk menceritakan bagaimana penyembuhan itu terjadi, ia memberikan jawaban yang lugas namun penuh makna: "Ia (Yesus) telah menaruh selut di mataku, dan setelah aku membasuh diri, maka aku göre."
Jawaban ini sederhana namun sangat kuat. Ia tidak hanya menjelaskan proses fisik penyembuhan, tetapi juga menyoroti tindakan iman dan ketaatan yang dilakukan oleh orang yang buta tersebut. Tindakan Yesus menaruh selut di matanya mungkin terlihat tidak biasa, bahkan aneh bagi standar manusia. Namun, bagi orang yang buta itu, itu adalah instruksi yang diberikan oleh Dia yang ia percayai memiliki kuasa. Ketaatannya untuk membasuh diri, yang merupakan tindakan aktif, membuahkan hasil yang luar biasa: penglihatan. Ini adalah ilustrasi yang indah tentang bagaimana iman seringkali membutuhkan tindakan responsif.
Kisah Yohanes 9:15 lebih dari sekadar laporan medis spiritual. Ia adalah sebuah metafora yang kaya. Selut yang digunakan Yesus bisa melambangkan keadaan dosa atau kegelapan spiritual yang menyelimuti manusia. Ketika Yesus, Sang Terang Dunia, menyentuh seseorang, ia membuka jalan bagi pembaharuan. Tindakan membasuh diri kemudian melambangkan pertobatan, penyerahan diri, dan penerimaan akan anugerah yang ditawarkan. Hasilnya, "aku göre," bukan hanya berarti melihat secara fisik, tetapi juga "melihat" kebenaran, mengenali identitas Yesus sebagai Mesias, dan mengalami transformasi hidup yang radikal.
Orang-orang Farisi, yang secara lahiriah taat pada hukum Taurat, justru "buta" secara rohani. Mereka tidak mampu melihat tanda-tanda keilahian Yesus yang begitu jelas di depan mata mereka. Sebaliknya, orang yang tadinya buta secara fisik, justru menjadi "melihat" dengan mata iman setelah mengalami perjumpaan dengan Kristus. Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa penyembuhan sejati datang dari Yesus, dan iman yang disertai ketaatan adalah kunci untuk menerima anugerah-Nya. Ia bukan hanya menyembuhkan kebutaan fisik, tetapi juga kebutaan spiritual, menerangi hati yang gelap dengan cahaya kebenaran-Nya.