Imamat 1:8

"Selanjutnya dari lembu sapi, untuk korban bakaran, yang menyenangkan bau-yusufnya bagi TUHAN, haruslah ia mempersembahkan seekor jantan yang tidak bercela, dari kawanannya."

Persembahan Bakaran: Simbol Kesempurnaan Diri

Kitab Imamat adalah panduan penting bagi bangsa Israel kuno untuk memahami cara beribadah dan berhubungan dengan Tuhan. Di dalamnya, terdapat berbagai jenis persembahan yang memiliki makna mendalam. Salah satu yang paling sering disebut adalah korban bakaran (bahasa Ibrani: *olah*), yang diperintahkan secara rinci, termasuk dalam Imamat pasal 1. Ayat ke-8 secara spesifik membahas tentang persembahan lembu sapi jantan sebagai korban bakaran.

Persembahan lembu sapi jantan yang tidak bercela ini bukanlah sekadar hewan ternak yang dipersembahkan sembarangan. Ada persyaratan ketat: "seekor jantan yang tidak bercela". Kata "tidak bercela" (bahasa Ibrani: *tamim*) sangat krusial. Ini menyiratkan kesempurnaan, keutuhan, dan tidak adanya cacat fisik atau spiritual. Tuhan tidak menginginkan persembahan yang asal-asalan atau yang sudah rusak. Sebaliknya, Ia menuntut yang terbaik dari umat-Nya.

"Menyenangkan Bau-Yusufnya Bagi TUHAN"

Frasa "menyenangkan bau-yusufnya bagi TUHAN" mungkin terdengar asing bagi telinga modern, namun memiliki makna teologis yang kaya. Dalam konteks persembahan bakaran, seluruh hewan itu dibakar habis di mezbah. Asap yang membumbung ke udara menjadi simbol doa dan pujian yang naik kepada Tuhan. Bau harum dari pembakaran itu dianggap sebagai representasi kesukaan dan penerimaan Tuhan terhadap persembahan tersebut. Ini menunjukkan bahwa Tuhan hadir dan memperhatikan setiap detail dalam ibadah umat-Nya.

Fokus pada lembu sapi jantan menunjukkan kualitas persembahan yang kuat, penuh, dan utuh. Lembu sapi adalah hewan yang berharga, dan seekor jantan yang tidak bercela mewakili penyerahan diri sepenuhnya, tanpa ada bagian yang disembunyikan atau ditahan. Persembahan ini menggambarkan pengabdian total kepada Tuhan, di mana seluruh hidup seseorang diserahkan untuk kemuliaan-Nya.

Makna Spiritual yang Relevan

Meskipun kita hidup di zaman Perjanjian Baru dan tidak lagi melakukan persembahan hewan seperti yang dijelaskan dalam Imamat, prinsip-prinsip di baliknya tetap sangat relevan. Dalam Roma 12:1, Rasul Paulus menasihati orang percaya: "Karena itu, saudara-saudara, demi kerahiman Allah, aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: inilah ibadahmu yang sejati."

Ini berarti bahwa hidup kita, seluruh aspek dari keberadaan kita—pikiran, perkataan, perbuatan, dan motivasi kita—harus dipersembahkan kepada Tuhan sebagai bentuk ibadah. Seperti lembu sapi jantan yang "tidak bercela" dan "menyenangkan bau-yusufnya", kita dipanggil untuk memberikan diri kita secara utuh, tanpa cacat, dengan ketulusan yang mendalam, dan dengan kerinduan untuk menyenangkan hati Tuhan dalam segala hal yang kita lakukan. Persembahan diri yang total ini adalah inti dari hubungan yang kudus dengan Sang Pencipta.

Simbol api membumbung dari mezbah persembahan

Memahami Imamat 1:8 lebih dari sekadar belajar tentang ritual kuno. Ini adalah panggilan untuk merefleksikan kualitas persembahan kita kepada Tuhan saat ini. Apakah persembahan kita penuh atau setengah hati? Apakah ada "cacat" tersembunyi dalam motivasi kita? Dengan anugerah Tuhan, marilah kita berusaha untuk mempersembahkan diri kita sebagai "korban yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah," sehingga hidup kita dapat terus menjadi "bau-yusuf" yang menyenangkan bagi-Nya, hari demi hari. Kehidupan yang dipersembahkan secara total adalah ekspresi cinta dan ketaatan yang paling murni kepada Tuhan.