"Juga binatang yang berkuku terbelah tetapi tidak berkuku belah dua, atau yang tidak memamah biak, haram bagimu: Siapa yang menyentuh bangkainya menjadi najis."
Ayat Imamat 11:28 merupakan bagian dari serangkaian hukum Taurat yang diberikan oleh Tuhan kepada bangsa Israel melalui Musa. Perikop ini secara khusus membahas tentang binatang yang halal dan haram untuk dimakan, serta bagaimana menjaga kemurnian ritual. Perintah ini bukan sekadar peraturan diet, melainkan memiliki makna spiritual yang lebih dalam, mengajarkan umat Tuhan tentang pentingnya ketaatan, kekudusan, dan pemisahan diri dari hal-hal yang dianggap najis atau tidak murni di hadapan Tuhan.
Dalam konteks zaman kuno, pemisahan antara binatang yang halal dan haram memiliki peran penting dalam identitas Israel sebagai umat pilihan Tuhan. Aturan ini membantu mereka untuk hidup berbeda dari bangsa-bangsa di sekitar mereka yang mungkin memiliki praktik keagamaan atau gaya hidup yang berbeda. Lebih dari itu, aturan ini adalah pengingat konstan bahwa Tuhan itu kudus, dan umat-Nya dipanggil untuk juga hidup kudus. Setiap kali mereka memilih makanan yang halal, mereka secara tidak langsung mengakui dan mematuhi kehendak Tuhan.
Ketidakmurnian, seperti yang diilustrasikan oleh binatang yang haram, seringkali diasosiasikan dengan dosa dan kematian. Menyentuh bangkai binatang yang haram membuat seseorang menjadi najis secara ritual, yang berarti mereka tidak dapat berpartisipasi dalam ibadah atau berkumpul dengan umat Tuhan sampai mereka melalui proses pemurnian. Ini menunjukkan betapa seriusnya Tuhan memandang kebersihan dan kekudusan, baik secara fisik maupun spiritual.
Memahami Imamat 11:28 hari ini juga membuka perspektif tentang bagaimana prinsip kekudusan tetap relevan. Meskipun hukum-hukum ritual seperti ini tidak lagi diwajibkan secara harfiah bagi orang percaya di bawah perjanjian baru, semangatnya tetap ada. Rasull Paulus dalam surat-suratnya sering menekankan pentingnya hidup yang kudus, membedakan diri dari dosa, dan mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah (Roma 12:1). Pemisahan dari "ketidakmurnian" dalam pengertian spiritual berarti menjauhi segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan dan memfokuskan hidup pada kebenaran-Nya.
Lebih jauh, ayat ini mengingatkan kita akan tuntunan yang diberikan Tuhan untuk melindungi umat-Nya. Pemahaman tentang mana yang murni dan mana yang tidak murni bukanlah untuk membatasi, melainkan untuk melindungi dan menuntun umat-Nya ke jalan yang benar. Seperti seorang orang tua yang memberikan aturan kepada anaknya demi kebaikan mereka, Tuhan memberikan hukum ini untuk kebaikan Israel, agar mereka dapat hidup dalam hubungan yang benar dengan-Nya dan mendapatkan berkat-Nya. Dalam kehidupan Kristen, tuntunan ini hadir melalui Firman Tuhan, Roh Kudus, dan komunitas orang percaya, yang semuanya membantu kita mengenali dan menjauhi apa yang dapat menajiskan rohani kita.
Oleh karena itu, Imamat 11:28 bukan hanya catatan sejarah keagamaan, tetapi sebuah prinsip abadi tentang kekudusan, ketaatan, dan pentingnya pemisahan diri dari segala sesuatu yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Ini adalah pengingat bahwa jalan yang dipilih Tuhan untuk umat-Nya adalah jalan yang menuntut kekudusan dan kesucian, yang berpuncak pada hubungan yang mendalam dan benar dengan Sang Pencipta.