Imamat 17:8 - Kasih dan Penghormatan kepada Tuhan

"Katakan kepada mereka: Setiap orang di antara bani Israel, atau orang asing yang tinggal di tengah-tengah mereka, yang mempersembahkan korban bakaran atau korban sembelihan dan tidak membawanya ke pintu Kemah Pertemuan untuk dipersembahkan kepada TUHAN, orang itu haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya."

TUHAN Persembahan Bawa ke Pintu Kemah

Ilustrasi visual mengenai pentingnya membawa persembahan ke tempat yang ditentukan.

Menghormati Ketetapan Ilahi

Ayat Imamat 17:8 merupakan bagian dari instruksi Tuhan kepada Musa mengenai ibadah dan kekudusan bagi umat Israel. Ayat ini secara tegas memerintahkan bahwa setiap persembahan hewan, baik itu korban bakaran maupun korban sembelihan, harus dibawa ke pintu Kemah Suci (Tabernakel) untuk dipersembahkan kepada TUHAN. Ketidaktaatan terhadap perintah ini memiliki konsekuensi yang sangat berat: orang tersebut akan "dileniapkan dari antara bangsanya." Perintah ini bukan sekadar aturan ritual semata, melainkan sebuah penegasan mendalam mengenai kedaulatan Tuhan dan pentingnya ketaatan yang bersumber dari hati yang menghormati.

Dalam konteks zaman itu, Kemah Suci adalah pusat ibadah dan pertemuan umat Israel dengan Tuhan. Di sanalah tempat khusus di mana hadirat Tuhan dinyatakan dan di sanalah semua persembahan harus dipersembahkan agar diterima. Membawa persembahan ke tempat lain, bahkan jika niatnya baik, dianggap sebagai tindakan yang tidak menghormati otoritas Tuhan dan mengabaikan kekudusan-Nya. Hal ini mengajarkan kita bahwa ibadah yang benar tidak hanya soal niat, tetapi juga soal ketaatan pada apa yang telah Tuhan tetapkan. Kasih kepada Tuhan seringkali diwujudkan melalui ketaatan pada firman-Nya.

Makna Imamat 17:8 Bagi Kehidupan Kekristenan

Meskipun kita sekarang hidup di bawah perjanjian baru dalam Kristus, prinsip di balik Imamat 17:8 tetap relevan. Yesus Kristus sendiri adalah Anak Domba Allah yang sempurna, yang mempersembahkan diri-Nya sekali untuk selama-lamanya sebagai korban yang menghapus dosa kita (Ibrani 9:26-28). Melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, kita diperdamaikan dengan Tuhan. Namun, penekanan pada membawa persembahan kepada Tuhan tetap ada, meskipun bentuknya berbeda.

Saat ini, persembahan kita kepada Tuhan mencakup lebih dari sekadar materi. Kitab Roma 12:1-2 mengingatkan kita untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah. Ini adalah ibadah kita yang sejati. Selain itu, kita juga dipanggil untuk mempersembahkan pujian, doa, waktu, talenta, dan harta benda kita kepada Tuhan sebagai ungkapan kasih dan terima kasih. Sama seperti umat Israel harus membawa persembahan mereka ke tempat yang ditentukan, kita pun dipanggil untuk mempersembahkan hidup kita dan segala sesuatu yang kita miliki kepada Tuhan, bukan untuk diri sendiri atau tujuan yang menyimpang.

Ketaatan yang Memuliakan Tuhan

Ketaatan yang dituntut dalam Imamat 17:8 mengajarkan kita tentang keseriusan hubungan kita dengan Tuhan. Tuhan menghendaki hati yang sepenuhnya terarah kepada-Nya. Perintah ini mendorong kita untuk senantiasa memeriksa hati dan motivasi kita dalam beribadah. Apakah persembahan kita, baik dalam bentuk materi, waktu, maupun hidup kita, benar-benar ditujukan kepada Tuhan dan sesuai dengan kehendak-Nya? Apakah kita cenderung melakukan "ibadah" sesuai keinginan kita sendiri, tanpa memperhatikan apa yang telah Tuhan firmankan?

Menghormati ketetapan Tuhan adalah bukti kasih kita kepada-Nya. Ayat ini mengingatkan kita bahwa Tuhan itu kudus dan layak dihormati di atas segalanya. Melalui Kristus, kita memiliki akses kepada Bapa di surga. Marilah kita datang kepada-Nya dengan hati yang tulus, taat pada firman-Nya, dan mempersembahkan seluruh hidup kita sebagai ibadah yang berkenan kepada-Nya. Dengan demikian, kita memuliakan nama-Nya dan mengalami kedamaian dalam persekutuan dengan-Nya.