Ayat dari Kitab Imamat pasal 18, ayat 25, memberikan sebuah peringatan keras dari Tuhan mengenai konsekuensi dari ketidaktaatan dan kenajisan yang dilakukan oleh umat-Nya. Ayat ini merupakan bagian dari rangkaian hukum dan peraturan yang diberikan oleh Tuhan kepada bangsa Israel, yang bertujuan untuk membedakan mereka dari bangsa-bangsa lain di sekeliling mereka dan untuk menjaga kesucian mereka di hadapan-Nya.
Konteks dari ayat ini adalah peraturan mengenai perzinahan dan berbagai bentuk kebejatan seksual yang dilarang oleh Tuhan. Tuhan mengingatkan bangsa Israel untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Kanaan yang akan mereka kuasai. Larangan ini bukan sekadar aturan sosial, melainkan perintah ilahi yang mengikat, yang memiliki implikasi mendalam terhadap hubungan mereka dengan Tuhan dan terhadap keberlangsungan hidup mereka di tanah perjanjian.
Frasa "tanah itu menjadi najis" menunjukkan bahwa perbuatan dosa dan kebejatan tidak hanya mencemari individu yang melakukannya, tetapi juga dapat mencemari tempat mereka tinggal. Tanah perjanjian yang dijanjikan Tuhan sebagai tempat yang melimpah ruah adalah tanah yang diberkati dan suci. Namun, ketika penduduknya melakukan hal-hal yang menjijikkan di mata Tuhan, kenajisan tersebut merusak kesucian tanah itu sendiri. Hal ini dapat diibaratkan seperti sebuah rumah yang menjadi kotor dan tidak sehat karena penghuninya.
Selanjutnya, Tuhan berfirman, "dan Aku akan membalaskan kepadanya kejahatannya, dan tanah itu akan memuntahkan penduduknya." Ini adalah pernyataan yang sangat tegas mengenai penghakiman ilahi. Tuhan tidak akan tinggal diam melihat umat-Nya hidup dalam kenajisan. Pembalasan atas kejahatan akan datang, dan dampaknya akan sangat dahsyat, yaitu pengusiran dari tanah itu sendiri. "Tanah itu akan memuntahkan penduduknya" menggambarkan sebuah pengusiran yang dramatis dan total, seolah-olah tanah itu sendiri tidak mampu lagi menoleransi kehadiran mereka yang telah mencemarinya. Hal ini sesuai dengan janji Tuhan sebelumnya bahwa jika mereka tidak taat, mereka akan diusir dari tanah itu.
Pesan dalam Imamat 18:25 memiliki relevansi yang signifikan bagi kehidupan rohani kita hingga saat ini. Meskipun kita bukan lagi hidup di bawah hukum Taurat secara literal seperti bangsa Israel kuno, prinsip kesucian yang diajarkan dalam ayat ini tetap berlaku. Tuhan tetap memanggil kita untuk hidup kudus, terpisah dari dosa dan segala bentuk kenajisan yang dapat merusak hubungan kita dengan-Nya dan kesaksian kita di dunia.
Kesucian bukan hanya tentang menaati peraturan, tetapi lebih dari itu, tentang memiliki hati yang bersih dan takut akan Tuhan. Perbuatan dosa dapat mencemari hati, pikiran, dan lingkungan sekitar kita. Tuhan ingin kita hidup dalam berkat-Nya, dan berkat tersebut seringkali terkait erat dengan ketaatan dan kesucian. Ketika kita membiarkan dosa berakar dalam hidup kita, kita berisiko kehilangan kedekatan dengan Tuhan dan mengalami konsekuensi negatif, baik secara rohani maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, marilah kita merenungkan peringatan dalam Imamat 18:25. Biarlah ayat ini menjadi pengingat yang kuat bagi kita untuk terus menjaga kekudusan hidup, menjauhi segala sesuatu yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, dan hidup sebagai umat yang dikuduskan, yang memberikan kemuliaan bagi nama-Nya di mana pun kita berada. Tanah perjanjian di masa lalu adalah gambaran dari hadirat Tuhan yang kudus. Saat ini, tubuh kita adalah bait Roh Kudus, dan kita dipanggil untuk menjaganya tetap kudus.