"Timbangan yang benar, batu timbangan yang benar, efa yang benar, dan hin yang benar haruslah kamu pergunakan; Akulah TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir."
Ayat Imamat 19:36 merupakan inti dari ajaran moral dan etika dalam perdagangan dan bisnis, yang berakar pada hukum Ilahi. Perintah ini bukan sekadar nasihat biasa, melainkan sebuah dekret dari Tuhan sendiri, yang menegaskan pentingnya keadilan dan kejujuran dalam setiap transaksi. Frasa "timbangan yang benar, batu timbangan yang benar, efa yang benar, dan hin yang benar" merujuk pada alat ukur yang digunakan dalam perdagangan zaman kuno. Penggunaan timbangan yang curang, baik menipu dalam takaran berat maupun volume, adalah praktik penipuan yang dilarang keras.
Dalam konteks modern, prinsip ini tetap relevan dan dapat diinterpretasikan dalam berbagai aspek bisnis. Timbangan yang benar melambangkan integritas dalam memberikan produk atau jasa sesuai dengan apa yang dijanjikan. Batu timbangan yang benar berarti ketepatan dalam takaran, kuantitas, dan kualitas. Efa dan hin, sebagai satuan volume, mengingatkan kita untuk tidak mengelabui pelanggan dalam hal jumlah atau ukuran.
Tuhan menyatakan diri-Nya sebagai "Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir." Pernyataan ini memiliki makna historis dan teologis yang mendalam. Keluarnya bangsa Israel dari perbudakan di Mesir adalah tindakan pembebasan yang besar, di mana Tuhan menunjukkan kuasa dan kepedulian-Nya. Dengan mengingatkan bangsa Israel tentang peristiwa ini, Tuhan menegaskan bahwa hukum-hukum yang diberikan-Nya adalah untuk kebaikan mereka, untuk menciptakan masyarakat yang adil dan diberkati. Kehidupan baru di tanah perjanjian harus dibangun di atas prinsip-prinsip moral yang benar, termasuk dalam urusan sehari-hari seperti berdagang.
Tanggung jawab moral dan spiritual dalam bisnis mencakup berbagai praktik. Ini termasuk transparansi dalam penetapan harga, kejujuran dalam deskripsi produk atau layanan, pembayaran upah yang adil kepada karyawan, serta menghindari praktik monopoli atau penimbunan yang merugikan publik. Keadilan bisnis bukan hanya tentang mematuhi hukum, tetapi juga tentang memiliki hati yang takut akan Tuhan dan menghargai sesama sebagai gambar-Nya. Ketika setiap individu berusaha menjalankan bisnis dengan integritas, kepercayaan akan tumbuh, dan hubungan antar manusia akan semakin kuat.
Mengabaikan perintah ini dapat membawa konsekuensi negatif, tidak hanya secara hukum atau sosial, tetapi juga secara spiritual. Dalam jangka panjang, bisnis yang dibangun di atas dasar penipuan dan ketidakjujuran akan sulit untuk bertahan dan tidak akan mendatangkan berkat. Sebaliknya, bisnis yang berlandaskan pada prinsip Imamat 19:36 akan cenderung menghasilkan hubungan yang langgeng dengan pelanggan, reputasi yang baik, dan hati nurani yang tenang, serta memuliakan nama Tuhan. Mari kita jadikan ayat ini sebagai panduan dalam setiap aspek pekerjaan dan usaha kita.