Imamat 2:3 - Persembahan Tepung Bakaran

"Bagian yang tinggal dari korban bakaran tepung di atas mezbah itu adalah kepunyaan Harun dan anak-anaknya; itu adalah barang maha suci dari korban api-api bagi TUHAN."

Persembahan Suci
Ilustrasi simbolis persembahan tepungan.

Kitab Imamat adalah sebuah kitab yang sangat kaya akan petunjuk dan hukum yang diberikan oleh Tuhan kepada bangsa Israel melalui Musa. Di dalamnya, kita menemukan detail-detail mengenai ibadah, kurban, dan kekudusan yang sangat penting bagi umat perjanjian. Salah satu bagian yang menarik adalah mengenai persembahan tepung bakaran, yang diatur dalam Imamat pasal 2. Ayat ke-3 secara khusus menyoroti pentingnya persembahan ini dan bagaimana bagian darinya diperuntukkan bagi para imam.

Persembahan tepung bakaran, atau sering disebut sebagai korban sajian, bukanlah korban penghapus dosa. Persembahan ini lebih merupakan ungkapan syukur, pengakuan akan pemeliharaan Tuhan, atau penyertaan dalam ibadah. Seringkali, persembahan ini menyertai korban lain, seperti korban bakaran atau korban selamat. Tujuannya adalah untuk memuliakan Tuhan dan menegaskan hubungan kekudusan antara umat-Nya dengan Dia.

Imamat 2:3 menyatakan, "Bagian yang tinggal dari korban bakaran tepung di atas mezbah itu adalah kepunyaan Harun dan anak-anaknya; itu adalah barang maha suci dari korban api-api bagi TUHAN." Pernyataan ini memiliki makna yang mendalam. Pertama, ia menetapkan status bagian tersebut sebagai "barang maha suci." Ini menunjukkan tingkat kekudusan yang sangat tinggi. Persembahan yang telah dipersembahkan kepada Tuhan, dan kini sebagiannya dikembalikan untuk konsumsi para imam, harus diperlakukan dengan sangat hormat dan sesuai dengan peraturan Tuhan. Tidak sembarang orang bisa mengonsumsi barang-barang maha suci. Hanya para imam, yang secara khusus ditahbiskan dan melayani di hadirat Tuhan, yang berhak memakannya.

Kedua, ayat ini menekankan bahwa bagian tersebut adalah "kepunyaan Harun dan anak-anaknya." Harun adalah imam besar pertama yang dipilih oleh Tuhan. Anak-anaknya juga ditunjuk untuk melayani dalam tugas keimaman. Dengan demikian, persembahan ini menjadi bagian dari hak mereka atas pelayanan mereka kepada Tuhan. Ini bukan hanya tunjangan, tetapi pengakuan ilahi atas peran penting mereka dalam sistem ibadah Israel. Mereka menjadi perantara antara Tuhan dan umat-Nya, dan persembahan ini adalah cara Tuhan memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugas mereka dengan baik dan kudus.

Dalam konteks yang lebih luas, Imamat 2:3 mengingatkan kita akan pentingnya memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Bahkan persembahan yang tampaknya sederhana seperti tepung bakaran memiliki peraturan ketat mengenai penggunaannya. Ini mencerminkan sifat Tuhan yang kudus dan keseriusan-Nya dalam ibadah. Bagi umat Kristen di zaman sekarang, kita mungkin tidak lagi memiliki sistem imamat seperti di Perjanjian Lama, namun prinsipnya tetap relevan. Kita dipanggil untuk mempersembahkan hidup kita, waktu, talenta, dan sumber daya kita sebagai ibadah yang kudus kepada Tuhan. Kita juga diingatkan bahwa pelayanan yang dilakukan demi kemuliaan Tuhan harus didukung dan dihargai, layaknya bagian persembahan yang diperuntukkan bagi Harun dan anak-anaknya. Konsep kekudusan, penyerahan diri, dan pemberian yang tulus tetap menjadi inti dari hubungan kita dengan Tuhan.