Imamat 2:5 - Persembahan Bubuk Halus dan Minyak

"Apabila engkau mempersembahkan persembahan korban dari tepung, dari gandum jelai, maka haruslah itu dari gandum jelai yang belum diayak. Engkau harus membubuh minyak di atasnya, dan menaruh kemenyan di atasnya; itulah persembahan korban."
Gandum Jelai Minyak & Kemenyan

Visualisasi persembahan gandum jelai dengan minyak dan kemenyan.

Kitab Imamat, sebagai bagian dari Taurat Musa, memberikan panduan rinci mengenai tata cara ibadah dan kehidupan umat Israel di hadapan Allah. Salah satu aspek penting dalam ibadah tersebut adalah persembahan korban. Imamat 2:5 secara spesifik membahas mengenai persembahan korban dari tepung, yang terbuat dari gandum jelai, disertai minyak dan kemenyan. Ayat ini bukan sekadar aturan teknis, melainkan mengandung makna rohani yang mendalam bagi mereka yang menerimanya.

Persembahan korban dari tepung ini dikenal sebagai "korban sajian" atau "minchah" dalam bahasa Ibrani. Berbeda dengan korban bakar yang sepenuhnya dibakar di mezbah, sebagian dari korban sajian ini diberikan kepada imam sebagai bagian dari pelayanan mereka. Imamat 2:5 menetapkan bahwa persembahan ini haruslah dari gandum jelai yang belum diayak. Gandum jelai, yang merupakan biji-bijian yang lebih kasar dan umum daripada gandum, seringkali diasosiasikan dengan kesederhanaan dan kerendahan hati. Penggunaan gandum jelai yang belum diayak semakin menekankan aspek ini, mungkin menunjukkan persembahan yang datang dari hati yang tulus, tanpa kepura-puraan atau kesombongan.

Penambahan minyak pada persembahan ini memiliki makna simbolis yang kuat. Minyak dalam tradisi Perjanjian Lama seringkali melambangkan berkat Allah, kehadiran Roh Kudus, penyucian, dan pemeliharaan. Dengan menambahkan minyak, persembahan tersebut menjadi lebih kaya dan menunjukkan ketergantungan pada karunia dan anugerah ilahi. Ini adalah pengingat bahwa persembahan yang diterima Allah bukan hanya tentang apa yang kita berikan, tetapi juga tentang apa yang Allah curahkan kepada kita.

Selanjutnya, kemenyan juga ditambahkan pada persembahan ini. Kemenyan, yang berasal dari getah pohon tertentu, memiliki aroma yang harum. Dalam konteks persembahan, kemenyan melambangkan doa-doa orang kudus yang naik kepada Allah. Aroma harum yang menguar dari kemenyan seolah mewakili doa-doa yang menyenangkan hati Allah, doa-doa yang penuh iman dan penyembahan. Perpaduan antara tepung gandum jelai, minyak, dan kemenyan menciptakan gambaran persembahan yang holistik: datang dari kerendahan hati, diberkati oleh anugerah, dan dinaikkan bersama doa-doa yang harum.

Imamat 2:5 juga menekankan bahwa persembahan ini "adalah persembahan korban." Ini menegaskan bahwa tindakan memberikan gandum jelai yang dibubuhi minyak dan kemenyan bukanlah sekadar pemberian biasa, melainkan sebuah tindakan ibadah yang sakral. Ini adalah cara bagi umat Israel untuk mengakui kedaulatan Allah, menyatakan rasa syukur atas pemeliharaan-Nya, dan memohon berkat serta perkenanan-Nya. Dalam konteks yang lebih luas dalam Perjanjian Baru, persembahan semacam ini dapat dilihat sebagai gambaran awal dari pengorbanan Kristus yang sempurna, di mana melalui Dia, doa-doa kita dipersembahkan kepada Bapa dengan harumnya wangi yang menyenangkan.

Memahami Imamat 2:5 memberikan wawasan tentang kekayaan simbolisme dalam ibadah Perjanjian Lama. Ini mengajarkan kita pentingnya persembahan yang datang dari hati yang tulus, pengakuan atas ketergantungan kita pada Allah, dan doa-doa yang terus-menerus dinaikkan kepada-Nya. Persembahan gandum jelai dengan minyak dan kemenyan ini menjadi jembatan pemahaman menuju karya penebusan Kristus yang lebih agung.