Imamat 20:18 - Larangan Hubungan Sedarah

Imamat 20:18
"Bila seorang laki-laki tidur dengan perempuan yang bukan isterinya, dan ia adalah saudara perempuan ayahnya atau saudara perempuan ibunya, maka keduanya telah melakukan kecemaran: karena ia telah menyingkapkan tabir aib kaumnya, mereka berdua harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya."
Keluarga dan Kekudusan

Simbolisme keluarga dan kesucian

Pemahaman Mendalam Imamat 20:18

Ayat Imamat 20:18 merupakan bagian dari serangkaian hukum yang diberikan Allah kepada bangsa Israel melalui Musa di Gunung Sinai. Ayat ini secara tegas melarang hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan bibinya (saudara perempuan ayah atau ibu). Larangan ini ditempatkan dalam konteks perintah-perintah yang lebih luas mengenai kekudusan, yang bertujuan untuk memelihara kemurnian dan tatanan dalam masyarakat Israel, serta membedakan mereka dari bangsa-bangsa lain di sekitar mereka yang memiliki praktik-praktik moral yang berbeda.

Allah menghendaki agar hubungan keluarga dijaga dengan hormat dan kudus. Hubungan sedarah, atau inses, dianggap sebagai pelanggaran yang sangat serius. Imamat 20:18 menyebutnya sebagai "kecemaran" dan menyatakan bahwa pelakunya "harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya." Frasa "dilenyapkan" bisa merujuk pada hukuman mati atau pengucilan total dari komunitas, yang menunjukkan betapa beratnya pelanggaran ini di mata Allah.

Tujuan dan Konsekuensi

Mengapa larangan ini begitu keras? Ada beberapa alasan yang bisa dipertimbangkan. Pertama, untuk mencegah kekacauan dalam struktur keluarga. Hubungan seperti ini dapat merusak hubungan kekerabatan yang fundamental dan menciptakan kebingungan dalam peran dan tanggung jawab keluarga. Kedua, larangan ini terkait dengan menjaga kemurnian genetik, meskipun penekanan utamanya adalah aspek moral dan spiritual.

Lebih dari sekadar aturan sosial atau biologis, larangan ini memiliki dimensi teologis yang mendalam. Allah adalah Allah yang kudus, dan Dia memanggil umat-Nya untuk hidup kudus seperti Dia. Hubungan di luar tatanan yang ditetapkan-Nya, terutama yang menyangkut intimasi seksual, dianggap menajiskan dan mencemarkan umat yang seharusnya menjadi umat yang dikuduskan bagi-Nya. Allah ingin umat-Nya menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain, menunjukkan melalui kehidupan mereka bagaimana cara hidup yang berkenan kepada-Nya.

Relevansi di Masa Kini

Meskipun hukum-hukum dalam Perjanjian Lama seringkali dilihat dalam konteks sejarah dan teologi Israel kuno, prinsip-prinsip moral di baliknya seringkali tetap relevan. Larangan terhadap hubungan sedarah masih dipegang teguh oleh mayoritas masyarakat dan budaya di seluruh dunia karena alasan moral, sosial, dan psikologis yang kuat. Dalam kekristenan, meskipun ritual dan hukum sipil tertentu dari Perjanjian Lama tidak lagi diwajibkan secara harfiah, prinsip moralitas yang mendasarinya, termasuk mengenai kekudusan seksual dan pentingnya tatanan keluarga, tetap berlaku dan ditekankan.

Imamat 20:18 mengingatkan kita akan pentingnya menghormati tatanan yang ditetapkan Allah dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam hubungan keluarga. Kekudusan, kemurnian, dan rasa hormat harus menjadi prinsip panduan kita, agar kita dapat hidup sebagai umat yang berkenan di hadapan-Nya dan menjadi saksi bagi dunia.