"Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya, supaya mereka menjaga hal-hal kudus yang dipersembahkan orang Israel kepada TUHAN, dan jangan menajiskan nama-Ku yang kudus."
Ayat Imamat 22:1 membuka sebuah instruksi penting yang diberikan Allah kepada Harun dan para imam yang akan menggantikannya. Perintah ini berpusat pada penjagaan terhadap hal-hal kudus yang dipersembahkan oleh umat Israel kepada Tuhan. Lebih dari sekadar ritual atau objek, ayat ini menekankan betapa pentingnya menjaga kekudusan di hadapan Allah, yang diwujudkan melalui sikap, tindakan, dan pemeliharaan terhadap apa yang telah dikuduskan bagi-Nya.
Dalam konteks Perjanjian Lama, "hal-hal kudus" mencakup berbagai macam persembahan, mulai dari korban bakaran, korban keselamatan, perpuluhan, hingga berbagai pemberian khusus lainnya. Semua ini adalah simbol pengabdian, ucapan syukur, dan penebusan dosa yang dipersembahkan kepada Tuhan. Oleh karena itu, menjaga kekudusan hal-hal ini berarti menghormati Tuhan itu sendiri. Para imam, sebagai perantara antara Allah dan umat-Nya, memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk memastikan bahwa tidak ada yang dinajiskan atau diperlakukan sembarangan.
Penajisan hal-hal kudus dapat terjadi melalui berbagai cara: persembahan yang cacat, penanganan yang tidak pantas, atau penggunaannya untuk tujuan yang tidak semestinya. Semua ini akan menodai nama Tuhan yang kudus. Allah sangat memperhatikan nama-Nya. Nama-Nya mewakili pribadi-Nya, kekudusan-Nya, kuasa-Nya, dan otoritas-Nya. Oleh karena itu, apa pun yang berkaitan dengan Dia, terutama yang dipersembahkan kepada-Nya, harus dijaga dengan kesungguhan dan rasa hormat yang mendalam.
Perintah ini mengajarkan kita sebuah prinsip universal tentang bagaimana kita seharusnya berhubungan dengan Tuhan. Meskipun kita hidup di bawah perjanjian yang baru melalui Yesus Kristus, prinsip kekudusan tetaplah fundamental. Kita tidak lagi mempersembahkan korban hewan seperti di Perjanjian Lama, tetapi kita dipanggil untuk mempersembahkan diri kita sebagai korban yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah (Roma 12:1). Kekudusan bukan hanya soal ritual, tetapi gaya hidup yang mencerminkan karakter Allah dalam segala aspek kehidupan kita.
Mengelola "hal-hal kudus" di masa kini bisa diartikan sebagai cara kita menggunakan waktu, talenta, sumber daya, dan bahkan ucapan kita untuk memuliakan Tuhan. Apakah kita memperlakukannya sebagai milik kita sendiri yang bisa disalahgunakan, ataukah kita melihatnya sebagai kepercayaan dari Tuhan yang harus dikelola dengan bijak dan kudus? Mengabaikan panggilan untuk hidup kudus, baik dalam ibadah pribadi maupun publik, dapat menajiskan nama Tuhan di mata dunia.
Lebih jauh, ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya kepemimpinan yang bertanggung jawab. Para pemimpin rohani, seperti para imam di zaman Harun, memiliki tugas untuk mendidik dan memastikan umat tetap menjaga kekudusan dalam hubungan mereka dengan Tuhan. Ini melibatkan pengajaran yang benar, keteladanan yang baik, dan penegakan prinsip-prinsip ilahi.
Pada akhirnya, Imamat 22:1 adalah panggilan untuk menjaga keseriusan dalam segala hal yang berkaitan dengan Allah. Ia menuntut kesadaran akan kekudusan-Nya dan tanggung jawab kita sebagai umat-Nya untuk menjaga agar nama-Nya tidak dinajiskan melalui tindakan atau kelalaian kita. Kekudusan adalah kunci untuk hubungan yang otentik dan berkenan di hadapan Tuhan.