Firman Tuhan yang tertera dalam Imamat pasal 22 ayat 10 memberikan sebuah instruksi yang jelas dan mendasar bagi umat Israel kuno, serta menawarkan pelajaran rohani yang relevan bagi kita hingga kini. Ayat ini secara spesifik melarang memakan binatang yang mati mati sendiri atau binatang yang diterkam oleh binatang buas. Larangan ini bukan sekadar aturan diet biasa, melainkan sebuah perintah yang berakar pada kesucian dan pemisahan diri bagi umat pilihan Tuhan.
Dalam konteks Perjanjian Lama, kebersihan dan ketidaknajisan memegang peranan penting dalam hubungan umat Israel dengan Tuhan. Binatang yang mati mati sendiri atau yang mati akibat serangan binatang buas dianggap tidak layak untuk dikonsumsi karena beberapa alasan. Pertama, dagingnya bisa jadi sudah mulai membusuk atau terkontaminasi bakteri, sehingga berpotensi menyebabkan penyakit. Kedua, secara spiritual, hal ini dipandang sebagai sesuatu yang tidak murni, karena kematiannya tidak melalui proses penyembelihan yang sesuai dengan tuntunan Tuhan.
Perintah "supaya jangan kamu najis olehnya" menekankan konsekuensi dari melanggar aturan ini. Najis dalam konteks ini bukan hanya berarti kotor secara fisik, tetapi juga memiliki implikasi spiritual yang membuat seseorang tidak dapat beribadah atau mendekat kepada Tuhan. Umat Israel adalah umat yang dikuduskan, yang dipanggil untuk hidup berbeda dari bangsa-bangsa lain di sekitar mereka. Ketaatan pada perintah-perintah seperti ini adalah manifestasi dari komitmen mereka terhadap kekudusan Tuhan.
Bagian akhir ayat ini, "Akulah, TUHAN, yang menguduskan kamu," merupakan penegasan dan fondasi dari seluruh perintah tersebut. Tuhan sendiri adalah sumber kekudusan. Dia bukan hanya memberikan aturan, tetapi juga memberikan kemampuan dan kekuatan bagi umat-Nya untuk hidup kudus. Pengudusan adalah proses aktif yang dilakukan oleh Tuhan dalam kehidupan umat-Nya, dan respons manusia adalah ketaatan. Dengan mematuhi perintah-Nya, umat Israel menunjukkan pengakuan mereka terhadap otoritas Tuhan dan keinginan mereka untuk hidup sesuai dengan standar-Nya.
Bagaimana makna ayat ini berlaku bagi kita hari ini? Meskipun kita hidup di bawah Perjanjian Baru dan tidak lagi terikat pada hukum Taurat yang sama persis mengenai makanan, prinsip kekudusan tetap relevan. Yesus sendiri mengajarkan bahwa yang keluar dari hati (pikiran, perkataan, perbuatan) itulah yang menajiskan seseorang (Matius 15:11). Prinsipnya adalah bahwa kita dipanggil untuk hidup murni, bersih, dan terpisah dari dosa dan segala sesuatu yang tidak berkenan di hadapan Tuhan.
Larangan makan binatang yang najis dapat menjadi metafora bagi kita untuk memeriksa apa yang kita "konsumsi" secara rohani. Apakah kita mengonsumsi firman Tuhan yang murni, atau kita menyerap pengaruh-pengaruh duniawi yang merusak kekudusan kita? Apakah kita menjaga hati dan pikiran kita dari hal-hal yang membawa kenajisan? Sama seperti umat Israel harus menghindari makanan yang najis agar dapat mendekat kepada Tuhan, kita pun harus menjauhi segala sesuatu yang dapat memisahkan kita dari persekutuan yang intim dengan-Nya.
Ketaatan pada perintah Imamat 22:10 menunjukkan bahwa Tuhan sangat peduli pada detail kehidupan umat-Nya, termasuk pola makan mereka, sebagai bagian dari panggilan untuk hidup kudus. Pengingat ini mendorong kita untuk terus berusaha hidup dalam kekudusan, menyadari bahwa Tuhan sendirilah yang menguduskan kita dan memberikan kekuatan untuk mencapai standar-Nya. Marilah kita terus menjaga kemurnian dalam segala aspek kehidupan kita, baik fisik maupun rohani, sebagai respons terhadap kasih dan panggilan Tuhan.