Mazmur 52:2

"Mengapa engkau memegahkan diri dengan kejahatan, hai orang lalim, sementara kasih setia Allah berta-han sepanjang hari?"

Ayat ini, Mazmur 52:2, menyentuh inti dari perenungan tentang karakter manusia dan sifat Allah yang Maha Kuasa. Daud, sang pemazmur, mengawali dengan pertanyaan retoris yang tajam kepada "orang lalim," sebuah sebutan yang merujuk pada individu yang tindakannya didorong oleh kesombongan dan kejahatan. Ia bertanya, "Mengapa engkau memegahkan diri dengan kejahatan?" Pertanyaan ini bukanlah pencarian informasi, melainkan seruan untuk introspeksi, menyoroti ketidaksesuaian antara kesombongan seseorang dan ketidakberdayaan kesombongan tersebut di hadapan realitas ilahi.

Seringkali, dalam kehidupan sehari-hari, kita menyaksikan atau bahkan mengalami bagaimana orang yang bertindak tidak benar, curang, atau menindas, justru terlihat menikmati hasil perbuatan mereka. Mereka mungkin meraih kekuasaan, kekayaan, atau bahkan popularitas sesaat melalui cara-cara yang tidak terpuji. Kesuksesan duniawi yang mereka raih bisa membuat mereka merasa tak terkalahkan, memicu kesombongan dan rasa puas diri yang berlebihan. Mereka merasa bahwa kejahatan yang mereka lakukan adalah sumber kekuatan dan kebanggaan, sebuah alat yang ampuh untuk mencapai tujuan mereka di dunia ini.

Namun, Mazmur 52:2 segera memberikan kontras yang mencolok. Di tengah keangkuhan orang lalim, Daud mengingatkan akan sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih abadi: "sementara kasih setia Allah berta-han sepanjang hari?" Ini adalah inti pesan yang sangat kuat. Kasih setia Allah, atau dalam bahasa Ibrani disebut 'hesed', adalah janji, kebaikan, dan belas kasih yang tak tergoyahkan yang dimiliki Allah bagi umat-Nya. Kasih setia ini bukanlah sesuatu yang datang dan pergi, melainkan sesuatu yang konstan, kokoh, dan tak terbatas. Ia ada bukan hanya sesaat, tetapi "sepanjang hari," yang bisa diartikan sepanjang waktu, sepanjang kehidupan, bahkan sepanjang kekekalan.

Perbandingan antara kesombongan sementara orang jahat dan kasih setia Allah yang abadi menunjukkan kontras yang dramatis. Kesombongan dan kejahatan manusia adalah sesuatu yang fana. Sekalipun orang lalim terlihat berjaya saat ini, keberhasilan mereka tidak akan bertahan lama. Kekuatan mereka didasarkan pada fondasi yang rapuh, sedangkan kekuatan Allah didasarkan pada sifat-Nya yang kekal. Kasih setia Allah adalah jangkar yang kokoh bagi jiwa, sumber penghiburan dan kekuatan di tengah badai kehidupan. Ayat ini mendorong kita untuk tidak tertipu oleh penampilan luar kesuksesan orang jahat, melainkan untuk selalu berpaling pada kebenaran yang tak tergoyahkan dari kasih setia Allah.

Renungan atas Mazmur 52:2 ini mengajak kita untuk memeriksa prioritas kita. Apakah kita lebih terpukau oleh kesuksesan duniawi yang didapat melalui jalan pintas, ataukah kita mengutamakan hubungan yang mendalam dengan Allah yang kasih setia-Nya menjadi sumber kekuatan kita? Di dunia yang seringkali menghargai penampilan dan kekuatan fisik, kita diingatkan bahwa kekuatan sejati dan keberhasilan yang kekal terletak pada iman kepada Allah yang kasih setia-Nya tidak pernah berakhir.