Firman Tuhan dalam Imamat 25:24 merupakan salah satu tonggak penting dalam hukum Musa, yang tidak hanya mengatur kehidupan sosial dan ekonomi umat Israel, tetapi juga menanamkan prinsip-prinsip spiritual yang mendalam. Ayat ini berbunyi, "Di seluruh tanah kepemilikanmu kamu harus membebaskan tanah itu." Kalimat yang terdengar sederhana ini mengandung makna yang luar biasa mengenai pemulihan, keadilan, dan hubungan manusia dengan Tuhan serta dengan sesama.
Prinsip dasar yang mendasari perintah ini adalah pengakuan bahwa seluruh tanah di Kanaan, tanah perjanjian yang dijanjikan kepada Abraham dan keturunannya, sesungguhnya adalah milik Tuhan. Bangsa Israel hanya dipercaya untuk mendudukinya dan mengelolanya. Kepemilikan mutlak oleh Tuhan ini menjadi landasan bagi semua hukum kepemilikan tanah. Perintah untuk membebaskan tanah setiap 50 tahun dalam Tahun Yobel (yang mencakup perintah ini) mengingatkan mereka bahwa mereka hanyalah pengelola, bukan pemilik sejati. Ini mencegah monopoli tanah dan menjaga agar setiap keluarga Israel memiliki bagian dari tanah warisan mereka.
Perintah "membebaskan tanah" berarti mengembalikan tanah yang telah dijual atau digadaikan kembali kepada pemilik aslinya atau kepada ahli warisnya. Dalam konteks ekonomi pada masa itu, banyak orang jatuh miskin karena berbagai sebab, termasuk bencana alam, peperangan, atau kesalahan manajemen. Ketika seseorang terpaksa menjual tanah warisannya untuk bertahan hidup, perintah ini memastikan bahwa ia atau keluarganya tidak akan selamanya kehilangan hak atas tanah tersebut. Setiap 50 tahun, keadaan dipulihkan. Hal ini menciptakan jaring pengaman sosial yang kuat, mencegah jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin menjadi terlalu lebar, serta menjaga keutuhan struktur sosial suku-suku Israel.
Selain pembebasan tanah, Tahun Yobel juga mencakup pembebasan budak-budak Ibrani. Perintah dalam Imamat 25:39-41 juga menekankan pentingnya kebebasan. Ayat 24 ini, ketika dihubungkan dengan konteks Tahun Yobel, menjadi simbol yang lebih luas dari kebebasan. Kebebasan dari keterikatan tanah yang telah tergadai, kebebasan dari kemiskinan yang mengikat, dan pada akhirnya, kebebasan dari dosa dan segala bentuk perbudakan. Pembebasan tanah ini bukan hanya tentang harta benda, tetapi tentang memulihkan martabat dan hak hidup yang telah terampas.
Meskipun kita tidak lagi hidup di bawah hukum Taurat seperti bangsa Israel kuno, prinsip-prinsip yang terkandung dalam Imamat 25:24 tetap relevan. Perintah ini mengajarkan kita tentang tanggung jawab kita sebagai pengelola atas sumber daya yang dipercayakan Tuhan kepada kita, baik itu materi, waktu, maupun talenta. Kita diingatkan untuk bersikap adil, tidak serakah, dan peka terhadap kebutuhan sesama yang mungkin terpuruk. Adalah tugas kita untuk berkontribusi dalam pemulihan, baik dalam skala pribadi, komunitas, maupun sosial, menciptakan lingkungan di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk hidup bermartabat dan bebas dari belenggu kesulitan.