Imamat 25:27

"Dan ia menghitung tahun-tahun yang lalu sejak pembeliannya, lalu mengembalikan kelebihannya kepada orang yang membelinya, supaya ia jangan dijualnya dengan rugi di bawah harga."

Tanah Dibebaskan Oleh Jubilee
Ilustrasi prinsip pembebasan tanah dalam Kitab Imamat.

Kitab Imamat, khususnya pasal 25, menyajikan serangkaian hukum dan aturan yang dirancang untuk mengatur kehidupan sosial dan ekonomi bangsa Israel di tanah perjanjian mereka. Salah satu aspek paling menarik dari pasal ini adalah ajaran tentang tahun Sabat dan tahun Yobel (Jubilee). Ayat Imamat 25:27, yang berbunyi, "Dan ia menghitung tahun-tahun yang lalu sejak pembeliannya, lalu mengembalikan kelebihannya kepada orang yang membelinya, supaya ia jangan dijualnya dengan rugi di bawah harga," secara spesifik menjelaskan prinsip pembebasan yang melekat pada tahun Yobel, terutama terkait dengan penjualan tanah.

Secara umum, tahun Yobel ditetapkan setiap 50 tahun, yaitu setelah tujuh kali tujuh tahun Sabat berlalu. Pada tahun istimewa ini, ada tiga mandat utama: tanah dikembalikan kepada pemilik aslinya, budak-budak dibebaskan, dan umat Israel dilarang menabur benih. Ayat 27 ini merinci bagaimana seharusnya tanah yang telah diperjualbelikan dikembalikan. Jika seseorang terpaksa menjual tanah warisannya karena kemiskinan, ia berhak atas pembebasan tanahnya pada tahun Yobel. Penghitungan tahun-tahun sejak pembelian menjadi penting untuk menentukan nilai sisa tanah yang harus dikembalikan, memastikan bahwa penjual tidak dirugikan secara finansial.

Makna yang terkandung dalam Imamat 25:27 jauh melampaui sekadar transaksi ekonomi. Ayat ini adalah sebuah ilustrasi mendalam tentang keadilan, belas kasih, dan pemulihan ilahi. Dalam masyarakat kuno, tanah bukan hanya sumber penghidupan, tetapi juga identitas dan warisan keluarga. Kehilangan tanah berarti kehilangan sebagian dari diri dan keturunan. Prinsip pengembalian tanah pada tahun Yobel memastikan bahwa tidak ada keluarga yang selamanya kehilangan hak atas tanah warisan mereka. Ini mencegah konsentrasi kekayaan dan kekuasaan yang berlebihan di tangan segelintir orang, serta menjaga keseimbangan sosial.

Konsep ini juga mencerminkan sifat Allah yang adil dan murah hati. Ia menetapkan sistem yang dirancang untuk menjaga kesejahteraan seluruh umat-Nya, terutama yang paling rentan. Pembebasan yang terjadi pada tahun Yobel menjadi gambaran antisipatif dari pembebasan yang lebih besar yang akan dibawa oleh Mesias. Perjanjian Baru mengaitkan pembebasan ini dengan pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib. Melalui Dia, umat manusia dapat dibebaskan dari perbudakan dosa dan menerima warisan kekal.

Dengan demikian, Imamat 25:27 bukan hanya aturan legalistik yang kering, tetapi sebuah ajaran yang kaya makna. Ia mengajarkan kita tentang pentingnya keadilan dalam setiap transaksi, tanggung jawab kita untuk saling menolong sesama, dan harapan akan pembebasan serta pemulihan yang sejati yang disediakan oleh Allah. Prinsip-prinsip ini tetap relevan hingga kini, mengingatkan kita untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan peduli terhadap sesama, sembari merenungkan karya pembebasan terbesar yang telah dan akan terus dinyatakan.