Imamat 26:45

Tetapi Aku akan mengingat perjanjian-Ku dengan mereka, yang telah Kubuat dengan nenek moyang mereka, ketika Kubawa mereka keluar dari tanah Mesir di depan mata bangsa-bangsa lain, supaya Aku menjadi Allah mereka. Akulah TUHAN.

Ayat Imamat 26:45 adalah sebuah penutup yang sangat penting bagi keseluruhan pasal tersebut. Setelah memaparkan rentetan konsekuensi dari ketaatan dan ketidaktaatan kepada hukum Tuhan, ayat ini memberikan sebuah pengingat yang kuat tentang janji ilahi. Ayat ini bukan sekadar pengulangan, melainkan sebuah penegasan mendalam mengenai sifat kesetiaan Allah kepada umat-Nya, terlepas dari dosa dan kesalahan yang mungkin mereka lakukan. Kata "mengingat" di sini bukan berarti Allah lupa lalu teringat kembali, melainkan lebih pada aspek kesengajaan dan konsistensi Allah dalam memegang janji-Nya.

Janji yang diingat Allah adalah perjanjian yang Ia buat dengan nenek moyang Israel. Perjanjian ini dimulai saat Allah membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan di tanah Mesir. Momen eksodus ini adalah titik krusial dalam sejarah keselamatan. Allah menunjukkan kuasa-Nya yang luar biasa di hadapan bangsa-bangsa lain, menegaskan bahwa Dialah Tuhan yang berdaulat. Tindakan ini bukan hanya pembebasan fisik, tetapi juga pembentukan sebuah bangsa yang memiliki hubungan khusus dengan Allah. Pengalaman keluar dari Mesir menjadi dasar fundamental dari identitas Israel dan pengingat akan komitmen Allah yang abadi.

Penting untuk dicatat frasa "di depan mata bangsa-bangsa lain". Ini menekankan bahwa tindakan Allah membawa Israel keluar dari Mesir adalah sebuah tontonan publik bagi dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kebesaran dan kesetiaan Allah tidak hanya berlaku untuk Israel, tetapi juga memiliki implikasi teologis yang lebih luas. Bangsa-bangsa lain menyaksikan kuasa Allah dan perjanjian-Nya dengan umat pilihan-Nya. Melalui ini, Allah mengukuhkan otoritas-Nya dan memperkenalkan Diri-Nya sebagai Allah Israel.

Ayat ini menyimpulkan dengan penegasan mutlak: "Akulah TUHAN." Pernyataan ini adalah fondasi dari segala sesuatu. Ini adalah pengakuan akan identitas Allah, nama-Nya yang kudus, dan sifat-Nya yang tidak berubah. TUHAN (Yahweh) adalah Pribadi yang berdaulat, penuh kasih, dan setia. Penegasan ini mengikat seluruh isi perjanjian dan tindakan Allah. Bahkan ketika umat-Nya memberontak dan menerima konsekuensi dari dosa mereka, Allah tetap setia pada perjanjian yang telah Ia buat. Ini memberikan harapan yang luar biasa, yaitu bahwa meskipun manusia bisa gagal, Allah tidak akan pernah gagal dalam kasih dan janji-Nya.

Dalam konteks Imamat 26, ayat ini berfungsi sebagai jaring pengaman rohani. Setelah menggambarkan hukuman yang berat bagi ketidaktaatan, Allah mengingatkan bahwa hukuman tersebut bukanlah akhir segalanya. Kesetiaan Allah pada perjanjian-Nya berarti bahwa selalu ada jalan kembali bagi umat-Nya yang bertobat. Janji ini bukan tentang membenarkan dosa, tetapi tentang menegaskan bahwa kasih dan keselamatan Allah selalu tersedia bagi mereka yang kembali kepada-Nya dengan hati yang tulus. Ini mengajarkan tentang keadilan Allah yang disertai dengan belas kasihan yang tak berkesudahan.

Bagi umat beriman saat ini, Imamat 26:45 tetap relevan. Ini mengingatkan kita akan sifat Allah yang setia pada janji-janji-Nya, yang dibuktikan melalui kedatangan Yesus Kristus. Perjanjian baru yang terjalin melalui pengorbanan Kristus adalah puncak dari kesetiaan Allah kepada umat manusia. Sebagaimana Allah mengingat perjanjian-Nya dengan Israel, Dia juga mengingat perjanjian-Nya dengan kita dalam Kristus, menawarkan pengampunan dan kehidupan kekal. Janji ini adalah sumber kekuatan, penghiburan, dan kepastian di tengah berbagai kesulitan hidup.