Kitab Imamat, sebagai inti dari Taurat Musa, memberikan panduan yang mendalam mengenai cara umat Israel berhubungan dengan Allah yang kudus. Dalam pasal 3 dan 4, kita menemukan instruksi yang rinci mengenai dua jenis persembahan penting: korban karena pembunuhan (sering diterjemahkan sebagai korban keselamatan atau korban damai sejahtera) dan korban karena dosa. Kedua jenis persembahan ini bukan sekadar ritual semata, tetapi memiliki makna teologis yang kaya dan relevan hingga kini.
Imamat 3 menguraikan tentang korban karena pembunuhan. Persembahan ini dilakukan dengan sukarela oleh umat Israel untuk mengekspresikan rasa syukur, memenuhi nazar, atau sekadar untuk mempererat hubungan persekutuan dengan Tuhan. Berbeda dengan korban bakaran yang seluruhnya dipersembahkan kepada Tuhan, sebagian dari korban karena pembunuhan ini dinikmati oleh imam dan umat yang mempersembahkannya. Inti dari persembahan ini adalah bagian lemak yang dibakar di mezbah sebagai "api-apian bagi TUHAN". Ini melambangkan bagian terbaik dan teristimewa dari hewan yang dipersembahkan, diserahkan sepenuhnya kepada Allah sebagai tanda ketaatan dan pengakuan atas kedaulatan-Nya. Darah yang dipercikkan di sekeliling mezbah menegaskan kembali kesucian hidup dan perlunya darah untuk penebusan.
Makna korban karena pembunuhan melampaui sekadar ritual. Ini adalah simbol dari persekutuan yang harmonis antara Allah, umat-Nya, dan bahkan komunitas orang percaya. Ketika seseorang mempersembahkan korban ini, ia sedang mengatakan, "Tuhan, Engkau adalah sumber kedamaian dan kesejahteraan dalam hidupku. Aku bersyukur atas segala berkat-Mu dan aku ingin berbagi dalam persekutuan dengan-Mu." Lemak yang dibakar di mezbah mewakili pengabdian hati yang paling dalam kepada Tuhan, sementara pembagian dagingnya kepada imam dan umat melambangkan kegembiraan dan sukacita bersama dalam hadirat Tuhan.
Sementara itu, Imamat 4 berfokus pada korban karena dosa. Persembahan ini bersifat wajib, dilakukan ketika seorang umat atau pemimpin tanpa sengaja melakukan kesalahan atau dosa. Tujuannya adalah untuk menyucikan umat dari kenajisan dosa dan memulihkan hubungan mereka dengan Allah yang kudus. Jenis hewan yang dipersembahkan bervariasi tergantung pada kedudukan orang yang berbuat dosa. Imam besar memiliki tanggung jawab untuk mempersembahkan lembu jantan untuk dosanya sendiri, sementara seluruh umat Israel harus mempersembahkan seekor kambing jantan. Jika seorang individu berdosa, ia mempersembahkan seekor kambing betina.
Prosedur korban karena dosa sedikit berbeda. Daging dari korban karena dosa tidak dimakan oleh imam atau umat, melainkan dibakar di luar perkemahan, di tempat yang bersih. Ini menekankan bahwa dosa adalah sesuatu yang menjijikkan di hadapan Allah dan harus disingkirkan sepenuhnya. Darah dari korban ini juga digunakan untuk penyucian, tetapi dengan cara yang berbeda dari korban karena pembunuhan, menunjukkan sifat penebusan yang lebih mendalam.
Perbedaan mendasar antara kedua korban ini terletak pada motivasi dan dampaknya. Korban karena pembunuhan adalah ekspresi sukarela dari iman dan rasa syukur untuk mempererat persekutuan, sedangkan korban karena dosa adalah respons wajib terhadap pelanggaran hukum Allah untuk memulihkan hubungan yang rusak. Keduanya, bagaimanapun, menunjuk pada kebutuhan universal akan penebusan dan kesucian di hadapan Tuhan. Kitab Imamat mengajarkan bahwa kekudusan adalah syarat mutlak untuk dapat mendekat kepada Allah, dan melalui sistem persembahan ini, umat Israel dipersiapkan untuk memahami kedalaman anugerah dan pengampunan yang pada akhirnya akan digenapi dalam diri Yesus Kristus, Sang Imam Besar dan Korban yang sempurna.