"Tetapi jika ia tidak mampu untuk seekor kambing, maka ia harus membawa dua ekor tekukur atau dua ekor anak burung merpati, seekor sebagai korban karena dosa dan seekor sebagai korban bakaran, untuk mengadakan pendamaian baginya, sesuai dengan kemampuannya."
Ayat Imamat 5:7 memberikan panduan yang sangat penting mengenai bagaimana umat Allah di masa Perjanjian Lama diperintahkan untuk datang kepada Tuhan ketika mereka telah berbuat dosa. Fokus utama ayat ini adalah pada ketersediaan dan kemampuan individu dalam mempersembahkan korban. Perintah ini merupakan bagian dari sistem hukum dan ibadah yang ditetapkan oleh Tuhan untuk umat-Nya, Israel, di Gunung Sinai. Tujuannya adalah untuk menyediakan sarana pengampunan dan pendamaian dosa, serta memulihkan hubungan antara manusia yang berdosa dengan Tuhan yang kudus.
Dalam konteks Perjanjian Lama, berbagai jenis korban dipersembahkan kepada Tuhan, termasuk korban bakaran, korban santapan, korban keselamatan, dan korban karena dosa atau kesalahan. Imamat 5:7 secara spesifik membahas korban karena dosa. Kesalahan yang memerlukan korban ini bisa bermacam-macam, mulai dari kesaksian palsu, menyentuh sesuatu yang najis, hingga sumpah yang tidak disadari. Ketika seseorang menyadari kesalahannya, ia wajib membawa persembahan.
Poin krusial dari Imamat 5:7 adalah fleksibilitas yang diberikan oleh Tuhan dalam menentukan jenis persembahan. Bagi mereka yang mampu, korban yang lebih mahal seperti seekor domba atau kambing (seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat sebelumnya di Imamat 5) adalah standar. Namun, ayat ini mengakui bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan finansial yang sama. Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Adil memahami keterbatasan umat-Nya. Oleh karena itu, Ia menetapkan alternatif yang lebih terjangkau: dua ekor tekukur atau dua ekor anak burung merpati.
Perlu dicatat bahwa dua ekor burung ini memiliki fungsi yang berbeda. Satu ekor dipersembahkan sebagai "korban karena dosa" (asham), yang bertujuan untuk menebus kesalahan atau dosa spesifik yang telah dilakukan. Ekor lainnya dipersembahkan sebagai "korban bakaran" (olah). Korban bakaran adalah persembahan yang seluruhnya dibakar di mezbah, melambangkan penyerahan total diri kepada Tuhan dan pengabdian yang tulus. Kombinasi kedua korban ini memastikan bahwa pengampunan dosa diperoleh, dan juga menunjukkan kesediaan untuk memperbaiki hubungan dengan Tuhan melalui penyerahan diri.
Makna spiritual dari Imamat 5:7 ini sangat dalam. Ia mengajarkan bahwa Tuhan menginginkan umat-Nya untuk datang kepada-Nya dengan kerendahan hati dan pengakuan dosa. Ia tidak menuntut sesuatu yang di luar kemampuan seseorang. Tulusnya hati dan kemauan untuk mempersembahkan apa yang dimiliki, sekecil apapun itu, adalah yang utama. Ini menjadi fondasi penting dalam memahami prinsip penebusan dosa yang akhirnya digenapi dalam pengorbanan Yesus Kristus. Seperti persembahan tekukur dan merpati yang sederhana, pengorbanan Kristus di kayu salib adalah pengorbanan yang sempurna dan menyeluruh bagi seluruh umat manusia, yang tersedia bagi siapa saja yang percaya, tanpa memandang status sosial atau kekayaan.
Ajaran dalam Imamat 5:7 menggarisbawahi keadilan, belas kasihan, dan kebijaksanaan Tuhan dalam mengatur hubungan-Nya dengan manusia. Ia menciptakan sistem yang memungkinkan bahkan orang yang paling miskin sekalipun untuk menemukan jalan menuju pengampunan dan pendamaian dengan Sang Pencipta. Ketaatan terhadap hukum ini tidak hanya masalah ritual, tetapi juga mencerminkan pemahaman tentang kekudusan Tuhan dan konsekuensi dosa. Melalui persembahan yang disesuaikan dengan kemampuan, umat Israel diajar untuk terus menerus mengingat sifat dosa dan pentingnya pemulihan hubungan dengan Tuhan.