"Persembahan santapan ini haruslah dipersembahkan oleh Harun dan anak-anaknya, pada hari ia diurapi; sebagai kurban yang dari waktu ke waktu perpetual bagi TUHAN, suatu ketetapan untuk selama-lamanya."
Ayat Imamat 6:16 berbicara tentang sebuah aspek penting dalam sistem ibadah bangsa Israel kuno, yaitu tentang kurban santapan. Perikop ini, yang merupakan bagian dari Kitab Imamat, merinci berbagai peraturan dan pedoman mengenai persembahan yang harus dibawa oleh umat kepada Tuhan. Fokus pada ayat ini adalah sifat "perpetual" atau kekal dari kurban santapan, yang dipersembahkan oleh Harun dan keturunannya, para imam, pada hari pengurapan mereka, dan sebagai ketetapan yang berlaku selamanya.
Kurban santapan, yang juga sering disebut sebagai "persembahan sajian" atau "minchah", berbeda dari kurban bakaran (olah-olahan) yang sepenuhnya dibakar. Kurban santapan umumnya terdiri dari tepung halus, minyak, kemenyan, dan kadang-kadang roti yang dipanggang. Bagian dari persembahan ini akan dibakar di mezbah sebagai bau-bauan yang menyenangkan bagi TUHAN, sementara sebagian lainnya diperuntukkan bagi para imam untuk dimakan, sebagai bagian dari makanan mereka. Hal ini menunjukkan hubungan erat antara pelayanan imam dan pemeliharaan dari Tuhan.
Poin kunci yang ditekankan dalam Imamat 6:16 adalah sifat "perpetual" dan "selama-lamanya". Ini berarti bahwa kurban santapan bukanlah sesuatu yang dipersembahkan hanya sekali-sekali, melainkan merupakan bagian integral dari ibadah sehari-hari dan rutin kepada TUHAN. Ini mencerminkan kebutuhan terus-menerus umat untuk berhubungan dengan Tuhan, mengakui kedaulatan-Nya, dan memelihara hubungan yang benar dengan-Nya. Kurban ini menjadi pengingat konstan akan kesetiaan Tuhan dalam menyediakan kebutuhan umat-Nya, bahkan dalam hal makanan dan penghidupan sehari-hari.
Pengurapan Harun dan anak-anaknya sebagai imam menandai awal dari pelayanan mereka yang didedikasikan. Kurban santapan yang mereka persembahkan pada hari pengurapan menjadi simbol pengudusan dan penyerahan diri mereka untuk melayani Tuhan. Ini juga menegaskan bahwa hanya melalui mereka, sebagai perantara yang ditetapkan Tuhan, umat dapat mendekat kepada-Nya dan mempersembahkan ibadah yang berkenan.
Makna teologis dari kurban santapan ini sangat dalam. Dalam konteks yang lebih luas, kurban ini seringkali dipandang sebagai gambaran dari persembahan yang dipersembahkan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Besar kita. Kurban Kristus yang sempurna, sekali untuk selamanya, memenuhi semua tuntutan hukum Taurat. Persembahan "perpetual" dari kurban santapan ini, meskipun bersifat ritus pada masanya, menunjuk pada pengorbanan Kristus yang abadi dan mencukupi bagi penebusan dosa seluruh umat manusia. Dengan demikian, Imamat 6:16, melalui peraturan kuno ini, membuka jendela pemahaman kita tentang karya penebusan yang lebih besar yang telah digenapi dalam Kristus.
Lebih lanjut, ketetapan ini menunjukkan pentingnya keteraturan dan disiplin dalam kehidupan rohani. Ibadah yang tulus bukanlah sekadar luapan emosi sesaat, tetapi juga melibatkan kesetiaan yang konsisten dalam mengikuti petunjuk Tuhan. Kurban santapan yang terus-menerus dipersembahkan mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga hubungan kita dengan Tuhan melalui doa, firman, dan perbuatan yang memuliakan nama-Nya, sebagai bentuk pengakuan dan syukur kita atas segala kebaikan-Nya yang tak pernah putus.