"Setiap korban kesalahan yang dipersembahkan kepada TUHAN, dari pada orang Lewi atau dari pada orang Israel, haruslah dibasuh darahnya, dan dipersembahkan di mezbah, sama seperti korban penghapus dosa dan korban sembelihan penghapus dosa."
Ayat Imamat 6:18 merupakan bagian penting dari hukum-hukum Taurat Musa yang mengatur tentang berbagai jenis persembahan yang harus dipersembahkan kepada TUHAN. Ayat ini secara spesifik membahas mengenai persembahan kesalahan, yang memiliki kesamaan ritual dengan persembahan penghapus dosa dan persembahan penghapus dosa yang dibasuh darahnya. Pemahaman mendalam mengenai ayat ini dapat membuka perspektif mengenai keadilan ilahi, pengampunan, dan pentingnya pemulihan dalam hubungan umat manusia dengan Sang Pencipta.
Persembahan kesalahan, atau yang sering juga disebut korban penebus kesalahan, adalah persembahan yang dipersembahkan ketika seseorang telah melakukan kesalahan atau dosa terhadap sesamanya, atau bahkan terhadap hal-hal yang kudus bagi TUHAN. Kesalahan ini bisa berupa pencurian, penipuan, sumpah palsu, atau ketidakjujuran lainnya yang merugikan orang lain atau melanggar kekudusan. Imamat 6:1-7 memberikan konteks yang lebih luas mengenai persembahan ini, menekankan pentingnya pengakuan kesalahan dan pemulihan kerugian yang ditimbulkan sebelum mempersembahkan korban.
Yang menarik dari Imamat 6:18 adalah penekanan pada aspek ritual persembahan tersebut. Disebutkan bahwa darah dari korban kesalahan ini harus dibasuh di mezbah, sama seperti persembahan lainnya yang memiliki tujuan penebusan dosa. Ini menunjukkan bahwa kesalahan, sekecil apapun yang berdampak pada orang lain, dianggap serius di hadapan TUHAN. Darah, sebagai lambang kehidupan, mewakili pengorbanan yang diperlukan untuk menutupi kesalahan dan memulihkan hubungan yang rusak. Keharusan ini tidak hanya berlaku bagi orang Israel biasa, tetapi juga secara eksplisit disebutkan "dari pada orang Lewi atau dari pada orang Israel," menunjukkan bahwa tidak ada kelompok yang dikecualikan dari tuntutan keadilan ilahi dan perlunya penebusan.
Keterkaitan antara persembahan kesalahan dengan korban penghapus dosa menegaskan bahwa dosa, baik yang mempengaruhi sesama maupun secara langsung terhadap TUHAN, memerlukan pengampunan ilahi. Proses penebusan tidak hanya berhenti pada pemulihan hubungan antarmanusia, tetapi juga pemulihan hubungan dengan Allah. Ini menyiratkan bahwa kesalahan yang kita lakukan memiliki dimensi spiritual yang mendalam, dan pemulihan sejati hanya dapat dicapai melalui pengampunan yang berasal dari sumber yang Mahatahu.
Dalam konteks teologis yang lebih luas, Imamat 6:18 dapat dilihat sebagai bayangan dari pengorbanan Yesus Kristus. Yesus, sebagai Anak Domba Allah yang sempurna, menjadi persembahan terakhir dan sempurna untuk menutupi segala kesalahan dan dosa manusia. Melalui kematian-Nya di kayu salib, Ia tidak hanya menebus dosa-dosa kita terhadap sesama, tetapi juga mendamaikan kita dengan Allah, memulihkan hubungan yang telah rusak oleh dosa. Sama seperti darah korban yang dibasuh di mezbah, darah Kristus yang tertumpah menjadi dasar pengampunan dan keselamatan kita. Memahami ayat ini menjadi pengingat akan keadilan dan kasih Allah yang bekerja bersama untuk membawa keselamatan bagi umat manusia.
Oleh karena itu, Imamat 6:18 bukan sekadar aturan seremonial kuno, melainkan sebuah ajaran yang kaya makna. Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya mengakui kesalahan, melakukan pemulihan, dan mencari pengampunan ilahi. Ini adalah pengingat bahwa setiap tindakan kita memiliki konsekuensi, dan hubungan kita dengan sesama serta dengan Tuhan adalah hal yang krusial dan perlu dijaga kesuciannya.