Imamat 7:29

"Perintah ini berlaku untuk semua orang Israel, turun-temurun, untuk semua orang yang membawa persembahan syukur dan damai sejahtera kepada TUHAN."

Ayat dari Imamat 7:29 menegaskan sebuah prinsip penting dalam ibadah dan persembahan umat Israel kuno, yang relevansinya juga dapat direnungkan dalam kehidupan beriman masa kini. Ayat ini berbicara tentang "persembahan syukur dan damai sejahtera," sebuah kategori persembahan yang memiliki makna spiritual dan komunal yang mendalam.

Persembahan syukur, atau yang dalam bahasa Ibrani disebut sebagai "todah," adalah ungkapan terima kasih kepada Tuhan atas berkat, pemeliharaan, atau penyelamatan yang telah Ia berikan. Ini bukan sekadar ritual formal, melainkan pengakuan hati yang tulus atas kebaikan Tuhan. Sementara itu, persembahan damai sejahtera, atau "shelamim," mewakili hubungan yang harmonis dan rekonsiliasi dengan Tuhan. Keduanya seringkali berkaitan erat, karena berkat dan pemeliharaan Tuhan yang membawa sukacita dan rasa aman seringkali memampukan seseorang untuk membawa persembahan damai sejahtera, menegaskan kembali hubungan yang baik dengan Sang Pencipta.

Signifikansi Persembahan Damai Sejahtera

Persembahan damai sejahtera memiliki karakteristik unik. Berbeda dengan persembahan bakaran yang seluruhnya dibakar untuk Tuhan, atau persembahan penghapus dosa yang ditujukan untuk pengampunan, sebagian dari persembahan damai sejahtera dikonsumsi oleh imam yang melayani dan sebagian lagi dikonsumsi oleh keluarga yang mempersembahkannya. Hal ini melambangkan persekutuan yang terjadi: persekutuan antara umat Tuhan, persekutuan antara umat dengan imam (yang mewakili Tuhan), dan yang terpenting, persekutuan dengan Tuhan sendiri.

Ketentuan Universal

Penting untuk dicatat frasa dalam Imamat 7:29 yang menyatakan, "Perintah ini berlaku untuk semua orang Israel, turun-temurun, untuk semua orang yang membawa persembahan syukur dan damai sejahtera kepada TUHAN." Penegasan ini menunjukkan bahwa ibadah yang benar, yang melibatkan hati yang bersyukur dan keinginan untuk hidup dalam keharmonisan dengan Tuhan, adalah sebuah prinsip yang seharusnya merangkul seluruh umat Tuhan, dari generasi ke generasi. Ini bukan sekadar aturan sementara atau eksklusif bagi kelompok tertentu, melainkan sebuah ketetapan yang bersifat fundamental dalam hubungan umat dengan Tuhan.

Refleksi Masa Kini

Meskipun konteks hukum Taurat bersifat spesifik untuk Israel kuno, prinsip di balik persembahan syukur dan damai sejahtera tetap relevan. Dalam konteks perjanjian baru melalui Kristus, kita diajak untuk terus membawa persembahan rohani kepada Tuhan: "melalui Dia marilah kita selalu mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu persembahan bibir yang memuliakan nama-Nya" (Ibrani 13:15). Persembahan ini mencakup pujian, penyembahan, pengucapan syukur, dan juga hidup yang taat yang mencerminkan kedamaian dan rekonsiliasi yang telah kita terima.

Memahami Imamat 7:29 mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan yang sehat dan bersyukur dengan Tuhan. Ini adalah undangan untuk secara aktif mengungkapkan rasa terima kasih kita atas segala kebaikan-Nya dan untuk hidup dalam kesadaran akan kedamaian yang Ia anugerahkan, serta untuk menjalin persekutuan yang mendalam dengan-Nya dalam kehidupan sehari-hari.