Imamat 7:38

"Inilah hukum tentang korban bakaran yang harus dipersembahkan kepada TUHAN, dan tentang korban syukur yang dipersembahkan orang kepada TUHAN,"
Tuhan
Ilustrasi simbolis persembahan dan penerimaan Ilahi.

Ayat Imamat 7:38 merupakan penutup dari pasal yang membahas berbagai jenis korban dalam ibadah orang Israel kuno. Ayat ini merangkum esensi dari dua jenis korban utama yang disebutkan sebelumnya: korban bakaran dan korban syukur. Pengulangan dan penegasan pada akhir bagian ini menunjukkan betapa pentingnya persembahan ini dalam hubungan antara umat Tuhan dan Tuhan sendiri. Imamat, sebagai kitab yang mengatur kesucian dan ibadah, menempatkan korban sebagai elemen sentral.

Korban bakaran, yang seringkali dibakar seluruhnya di mezbah, melambangkan penyerahan diri total kepada Tuhan, pengakuan akan kedaulatan-Nya, dan penebusan dosa. Ini adalah ungkapan kesetiaan dan pengabdian tanpa syarat. Di sisi lain, korban syukur (atau korban selamat) dipersembahkan sebagai ungkapan terima kasih atas berkat, perlindungan, atau pemulihan yang diterima dari Tuhan. Korban ini melibatkan perjamuan bersama, di mana sebagian dipersembahkan kepada Tuhan dan sebagian lagi dinikmati oleh mereka yang mempersembahkannya, melambangkan persekutuan yang menyenangkan dengan Tuhan.

Penempatan ayat ini di akhir sebuah bagian yang panjang tentang hukum korban menekankan bahwa bukan hanya tindakan fisik mempersembahkan korban yang penting, tetapi juga sikap hati di baliknya. Tuhan tidak hanya menginginkan persembahan materi, tetapi juga hati yang tulus, penuh syukur, dan tunduk pada kehendak-Nya. Keagungan Tuhan dicerminkan dalam penerimaan-Nya atas persembahan yang tulus dari umat-Nya, dan dalam kesediaan-Nya untuk menguduskan serta memberkati mereka yang mendekat kepada-Nya dengan benar.

Dalam konteks yang lebih luas, Imamat 7:38 mengingatkan kita bahwa ibadah yang sejati selalu melibatkan dua dimensi: pengakuan akan kebesaran dan kekudusan Tuhan (seperti dalam korban bakaran) dan ungkapan syukur serta persekutuan dengan-Nya karena kebaikan-Nya (seperti dalam korban syukur). Keduanya saling melengkapi dan membentuk dasar hubungan yang sehat dengan Sang Pencipta. Kita dipanggil untuk mendekati Tuhan bukan hanya ketika membutuhkan sesuatu, tetapi juga untuk merayakan apa yang telah Dia lakukan dan untuk menghormati kekudusan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Persembahan dalam Perjanjian Baru kini bergeser dari korban binatang kepada pengorbanan diri yang hidup, roh yang hancur, dan hati yang bersyukur, yang semuanya adalah ibadah yang rohani dan berkenan kepada Tuhan.