Imamat 7:7

Seperti halnya korban salah, demikianlah korban penghapus dosa itu; keduanya adalah barang maha suci.

Persembahan Kudus

Memahami Makna Persembahan dalam Imamat

Kitab Imamat kaya akan peraturan dan panduan mengenai ibadah dan kehidupan bangsa Israel kuno. Salah satu aspek terpenting dari ibadah mereka adalah persembahan, yang memiliki berbagai macam jenis dan tujuan. Ayat Imamat 7:7 memberikan pemahaman spesifik mengenai sifat dari dua jenis persembahan, yaitu "korban salah" dan "korban penghapus dosa". Ayat ini menyatakan, "Seperti halnya korban salah, demikianlah korban penghapus dosa itu; keduanya adalah barang maha suci." Pernyataan ini menekankan kesucian dan kekudusan dari kedua jenis persembahan tersebut. Dalam konteks peribadahan Israel, persembahan tidaklah sekadar ritual belaka. Persembahan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, memohon pengampunan atas dosa, dan menyatakan ketaatan serta syukur. Imamat 7:7 secara khusus menyoroti bahwa baik korban salah maupun korban penghapus dosa memiliki status yang sama tingginya dalam hirarki persembahan, yaitu "barang maha suci". Apa artinya ini? "Barang maha suci" berarti persembahan tersebut memiliki tingkat kekudusan tertinggi. Hal ini memiliki implikasi praktis yang signifikan dalam pelaksanaannya. Hanya para imam, yang telah ditahbiskan dan disucikan, yang diizinkan untuk memakannya. Daging dari korban-korban ini harus dimakan di tempat kudus, dalam lingkungan yang suci. Siapapun yang menyentuh daging korban yang kudus dan menjadi tidak tahir, atau siapapun yang memakan daging itu ketika ia sedang tidak tahir, harus disingkirkan dari umatnya. Ini menunjukkan betapa seriusnya Tuhan memandang kekudusan-Nya dan bagaimana mereka yang melayani atau berpartisipasi dalam ibadah harus menjaga kemurnian mereka. Perbedaan antara korban salah dan korban penghapus dosa seringkali menimbulkan pertanyaan. Secara umum, korban penghapus dosa (sin offering) dipersembahkan untuk dosa-dosa yang dilakukan tanpa disengaja atau karena ketidaktahuan, yang mengakibatkan pelanggaran terhadap perintah-perintah Tuhan. Sementara itu, korban salah (guilt offering) biasanya dipersembahkan ketika seseorang telah melakukan dosa tertentu yang melibatkan pelanggaran terhadap hal-hal kudus Tuhan, atau merugikan sesama dan harus mengganti kerugiannya dengan tambahan seperlima. Meskipun ada nuansa perbedaan dalam penyebab persembahan, Imamat 7:7 menegaskan bahwa keduanya dianggap sama sucinya di hadapan Tuhan. Ini menggarisbawahi bahwa semua dosa, baik yang disengaja maupun tidak, membutuhkan pemurnian dan pemulihan hubungan dengan Tuhan. Penegasan bahwa kedua jenis korban ini adalah "barang maha suci" juga dapat dilihat sebagai pengingat akan sifat dosa itu sendiri. Dosa adalah sesuatu yang sangat bertentangan dengan kekudusan Tuhan. Oleh karena itu, penebusan dosa memerlukan sesuatu yang juga kudus dan berharga. Dalam sistem Perjanjian Lama, hewan kurban yang tidak bercela menjadi lambang dari pengorbanan Kristus di kemudian hari. Kristus sendiri, yang tanpa dosa, menjadi korban yang sempurna untuk menghapus dosa seluruh umat manusia. Dengan memahami makna "barang maha suci" dalam Imamat 7:7, kita dapat lebih menghargai kedalaman pengorbanan yang diperlukan untuk memulihkan hubungan yang rusak antara manusia dan Tuhan akibat dosa. Ini adalah ajaran penting yang terus relevan, bahkan setelah sistem persembahan dalam Perjanjian Lama digenapi dalam diri Yesus Kristus.