"Suruhlah Harun menghadap mezbah, dan persembahkanlah korban penghapus dosa dan korban bakaran baginya dan bagi umat itu; persembahkanlah korban untuk menghapuskan dosa bagi umat itu, sesuai dengan titah TUHAN."
Kisah yang tercatat dalam Imamat 9:7 membawa kita pada momen krusial dalam sejarah bangsa Israel, yaitu upacara pentahbisan Harun dan anak-anaknya sebagai imam-imam pertama di hadapan Tuhan. Setelah bertahun-tahun berada di padang gurun dan menerima instruksi rinci dari Tuhan mengenai pembangunan Kemah Suci serta ritual peribadatan, tiba saatnya bagi para imam untuk menjalankan tugas mulia mereka. Ayat ini secara spesifik menekankan instruksi yang diberikan kepada Harun untuk mempersiapkan persembahan bagi dirinya sendiri dan juga bagi seluruh umat Israel.
Pentingnya ayat ini terletak pada fungsinya sebagai pengingat akan dua jenis persembahan yang sangat esensial: korban penghapus dosa dan korban bakaran. Korban penghapus dosa (sin offering) memiliki makna mendalam dalam menebus kesalahan dan kekudusan Tuhan yang telah dilanggar oleh umat manusia. Melalui korban ini, umat diberi kesempatan untuk mendapatkan pengampunan atas dosa-dosa mereka, yang merupakan sebuah langkah fundamental dalam memulihkan hubungan yang rusak dengan Sang Pencipta. Ini menunjukkan kasih karunia Tuhan yang menyediakan jalan bagi umat-Nya untuk kembali mendekat kepada-Nya, meskipun mereka telah berdosa.
Sementara itu, korban bakaran (burnt offering) melambangkan penyerahan diri total kepada Tuhan. Seluruh hewan yang dikorbankan harus habis dibakar di atas mezbah, menandakan bahwa hidup persembahan tersebut sepenuhnya dipersembahkan kepada Tuhan. Ini adalah ekspresi pengabdian, penyembahan, dan pengakuan kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu. Kombinasi kedua jenis persembahan ini, korban penghapus dosa dan korban bakaran, memberikan gambaran yang utuh tentang bagaimana umat dapat mendekati Tuhan: melalui pengampunan dosa dan penyerahan diri yang tulus.
Instruksi agar Harun juga mempersembahkan korban bagi dirinya sendiri sebelum bagi umat menunjukkan prinsip kepemimpinan yang bertanggung jawab. Seorang pemimpin rohani harus terlebih dahulu memastikan hubungannya dengan Tuhan dalam keadaan benar sebelum dapat melayani orang lain secara efektif. Ini adalah cerminan dari pentingnya integritas pribadi dan kesucian dalam pelayanan. Kesalahan atau ketidaklayakan seorang pemimpin dapat membawa dampak buruk bagi seluruh jemaat.
Kepatuhan Harun terhadap titah Tuhan, sebagaimana diuraikan dalam pasal ini, adalah bukti kesetiaannya. Perintah yang jelas dan rinci dari Tuhan kepada Harun menegaskan bahwa seluruh sistem keimamatan dan persembahan itu berasal dari inisiatif ilahi. Tuhan sendiri yang menetapkan cara bagaimana umat-Nya dapat beribadah dan mendekat kepada-Nya. Ini mengajarkan kita bahwa ibadah yang berkenan kepada Tuhan haruslah didasarkan pada Firman-Nya dan dilakukan sesuai dengan standar-Nya, bukan berdasarkan keinginan atau pemahaman manusia.
Pada akhirnya, Imamat 9:7 tidak hanya sekadar catatan sejarah upacara kuno, tetapi juga membawa pesan teologis yang relevan hingga kini. Ini berbicara tentang kebutuhan universal akan pengampunan dosa dan hubungan yang benar dengan Tuhan. Meskipun korban-korban dalam Perjanjian Lama telah digenapi dalam diri Yesus Kristus, inti dari persembahan yang tulus dan hati yang bertobat tetap menjadi prinsip utama dalam setiap hubungan dengan Sang Pencipta.