Adapun TUHAN berfirman kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan menjadikan engkau bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu sekalian kaum di muka bumi akan mendapat berkat." Lalu pergilah Abram, seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lotpun ikut bersama-sama dia. Umur Abram tujuh puluh lima tahun, ketika ia keluar dari Haran. Abram membawa Sarai, isterinya, dan Lot, keponakannya, dan segala harta benda yang diperolehnya, dan orang-orang yang diperolehnya di Haran, lalu merekalah berangkat ke tanah Kanaan untuk pergi ke sana, dan mereka tiba di tanah Kanaan.
Simbol perjalanan dan janji
Kisah panggilan Abraham dalam Kejadian 12:1-5 adalah salah satu momen paling transformatif dalam narasi Alkitab. Ayat ini bukan sekadar catatan sejarah tentang migrasi seorang individu, melainkan fondasi dari sebuah perjanjian ilahi yang membentuk identitas dan takdir sebuah bangsa, bahkan memiliki dampak universal bagi seluruh umat manusia. Tuhan memilih Abram, yang saat itu tinggal di Haran, untuk meninggalkan segala sesuatu yang dikenalnya – tanah air, keluarga, dan kenyamanan rumah bapanya. Perintah ini menuntut iman yang luar biasa, sebuah keyakinan teguh pada janji-janji yang belum terwujud dan pada kebenaran firman Tuhan yang tak terlihat.
Perintah "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu" menggarisbawahi inti dari iman Abraham. Ini adalah panggilan untuk melepaskan keterikatan duniawi demi taat pada panggilan surgawi. Ketaatan ini bukanlah tanpa pengorbanan. Abram harus meninggalkan keamanan komunitasnya, jaringan dukungannya, dan warisan keluarganya. Dalam konteks budaya kuno, meninggalkan tanah leluhur dan keluarga adalah tindakan yang sangat berisiko. Namun, Abram memilih untuk mempercayai Tuhan daripada bergantung pada kenyamanan yang fana.
Janji-janji yang menyertai panggilan ini sangatlah besar. Tuhan tidak hanya menjanjikan bimbingan ke sebuah "negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu," tetapi juga berjanji untuk menjadikan Abram "bangsa yang besar," memberkati namanya agar "masyhur," dan yang terpenting, menjadikan Abram "menjadi berkat." Pernyataan terakhir ini membuka cakrawala yang jauh lebih luas daripada sekadar kejayaan pribadi Abraham. Ini adalah janji bahwa melalui keturunannya, seluruh bumi akan diberkati. Ini adalah benih dari rencana penebusan yang akan terwujud melalui garis keturunan Israel, dan akhirnya melalui Yesus Kristus.
Hubungan antara Tuhan dan Abraham dalam pasal ini adalah contoh klasik dari hubungan perjanjian. Tuhan mengambil inisiatif, memberikan perintah, dan mengikat diri-Nya dengan janji-janji yang mengikat Abraham pada ketaatan. Penting untuk dicatat bahwa ketaatan Abraham adalah respons terhadap firman Tuhan. Ia tidak meminta bukti, tidak mengajukan pertanyaan tentang tujuan akhirnya, tetapi segera bertindak. Alkitab mencatat bahwa Abram berusia tujuh puluh lima tahun ketika ia melakukan perjalanan ini, menunjukkan bahwa panggilan Tuhan bisa datang pada usia berapa pun dan menuntut komitmen seumur hidup.
Perjalanan ke tanah Kanaan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan permulaan dari sebuah perjalanan iman yang panjang dan seringkali penuh tantangan bagi Abraham dan keturunannya. Kisah ini mengajarkan kita bahwa panggilan Tuhan seringkali menuntut kita untuk keluar dari zona nyaman, melepaskan apa yang kita anggap aman, dan bergantung sepenuhnya pada-Nya. Namun, janji-Nya selalu menyertai panggilan itu: Dia akan membimbing, memberkati, dan menjadikan kita alat berkat bagi orang lain. Kejadian 12:1-5 adalah pengingat abadi akan kekuatan iman yang berani dan kasih karunia Tuhan yang tak terbatas yang beroperasi melalui individu-individu yang bersedia taat.