Kejadian 15:10

Kejadian 15:10 - Janji Allah Penuh Iman

Lalu dibawanyalah segala binatang itu, dan dibelah dua, tengah-tengahnya diletakkannya, potongan yang satu di samping potongan yang lain; tetapi burung-burung tidak dibelahnya.

Kisah yang tercatat dalam Kejadian 15:10 merupakan momen krusial dalam perjalanan iman Abraham. Ayat ini menggambarkan sebuah ritual perjanjian yang dilakukan Abraham atas perintah Allah. Bukan sekadar formalitas, tindakan ini sarat makna teologis dan menjadi fondasi dari janji ilahi yang akan membentuk masa depan bangsa Israel dan membawa berkat bagi seluruh dunia.

Perjanjian yang dilakukan Abraham bukanlah perjanjian biasa antara manusia. Ini adalah sebuah ikrar ilahi yang mengikat Allah sendiri. Keunikan dari ritual ini terletak pada cara pelaksanaannya. Binatang-binatang yang dipersembahkan dibelah dua dan diletakkan saling berhadapan, membentuk semacam "jalan" di antaranya. Dalam kebudayaan kuno, melewati di antara potongan-potongan hewan yang terbelah adalah sebuah lambang peneguhan perjanjian, di mana pihak yang melanggar akan mengalami nasib serupa dengan hewan yang terbelah tersebut.

Namun, yang paling menarik dalam Kejadian 15:10 adalah bahwa Allah sendiri yang diperhitungkan akan melewati "jalan" tersebut. Dalam ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya, digambarkan bahwa Allah hadir dalam bentuk nyala api yang melalui di antara potongan-potongan hewan tersebut. Hal ini menegaskan bahwa Allah yang mengikat janji, dan Allah pula yang akan menjamin penggenapannya. Abraham, sebagai pihak yang menerima janji, hanya perlu beriman dan menanti.

Mengapa Allah memilih cara seperti ini? Tujuannya adalah untuk memberikan kepastian mutlak kepada Abraham. Allah ingin Abraham memahami betapa teguh dan tidak dapat ditarik kembali janji-Nya. Meskipun Abraham akan mengalami pasang surut dalam imannya, Allah tetap setia pada janji-Nya untuk memberikan keturunan yang banyak seperti bintang di langit dan tanah sebagai warisan kekal.

Ritual ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya iman yang teguh. Abraham tidak melihat dengan mata telanjang, melainkan dengan mata iman. Dia percaya bahwa Allah yang berjanji adalah Allah yang Maha Kuasa untuk menggenapinya. Kepercayaan inilah yang diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran, seperti yang dijelaskan dalam Roma 4:3.

Dalam konteks Kekristenan, perjanjian yang diteguhkan melalui ritual ini menjadi gambaran awal dari perjanjian baru yang lebih sempurna melalui Yesus Kristus. Yesus, Sang Firman yang menjadi manusia, adalah penggenapan janji Allah. Kematian dan kebangkitan-Nya adalah bukti tertinggi dari kesetiaan Allah. Seperti Allah yang melewati "jalan" perjanjian, Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib telah mengukuhkan perjanjian kasih karunia-Nya bagi semua orang yang percaya.

Oleh karena itu, merenungkan Kejadian 15:10 bukan hanya tentang memahami sebuah peristiwa sejarah kuno, tetapi lebih dari itu, ini adalah undangan untuk memelihara iman kita kepada Allah yang setia. Di tengah ketidakpastian hidup, janji Allah yang diteguhkan dalam ritual kuno ini terus menjadi sumber kekuatan dan pengharapan. Kepercayaan kepada-Nya adalah kunci untuk mewarisi berkat rohani yang dijanjikan, sama seperti Abraham mewarisi janji tanah.