Kisah yang tercatat dalam
Perjanjian yang dilakukan Abraham bukanlah perjanjian biasa antara manusia. Ini adalah sebuah ikrar ilahi yang mengikat Allah sendiri. Keunikan dari ritual ini terletak pada cara pelaksanaannya. Binatang-binatang yang dipersembahkan dibelah dua dan diletakkan saling berhadapan, membentuk semacam "jalan" di antaranya. Dalam kebudayaan kuno, melewati di antara potongan-potongan hewan yang terbelah adalah sebuah lambang peneguhan perjanjian, di mana pihak yang melanggar akan mengalami nasib serupa dengan hewan yang terbelah tersebut.
Namun, yang paling menarik dalam
Mengapa Allah memilih cara seperti ini? Tujuannya adalah untuk memberikan kepastian mutlak kepada Abraham. Allah ingin Abraham memahami betapa teguh dan tidak dapat ditarik kembali janji-Nya. Meskipun Abraham akan mengalami pasang surut dalam imannya, Allah tetap setia pada janji-Nya untuk memberikan keturunan yang banyak seperti bintang di langit dan tanah sebagai warisan kekal.
Ritual ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya iman yang teguh. Abraham tidak melihat dengan mata telanjang, melainkan dengan mata iman. Dia percaya bahwa Allah yang berjanji adalah Allah yang Maha Kuasa untuk menggenapinya. Kepercayaan inilah yang diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran, seperti yang dijelaskan dalam Roma 4:3.
Dalam konteks Kekristenan, perjanjian yang diteguhkan melalui ritual ini menjadi gambaran awal dari perjanjian baru yang lebih sempurna melalui Yesus Kristus. Yesus, Sang Firman yang menjadi manusia, adalah penggenapan janji Allah. Kematian dan kebangkitan-Nya adalah bukti tertinggi dari kesetiaan Allah. Seperti Allah yang melewati "jalan" perjanjian, Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib telah mengukuhkan perjanjian kasih karunia-Nya bagi semua orang yang percaya.
Oleh karena itu, merenungkan