Kejadian 21:26 - Janji Allah yang Tak Tergoyahkan

"Tetapi Abraham menjawab: "Sekiranya aku tidak mendapatkannya, aku akan mencela diriku sendiri.""
Janji & Harapan

Kisah dalam Kitab Kejadian, khususnya pasal 21 ayat 26, membawa kita pada momen krusial dalam kehidupan Abraham. Ayat ini bukanlah sekadar ucapan biasa, melainkan sebuah pernyataan yang sarat makna dan menunjukkan kedalaman iman serta kerinduan Abraham akan penggenapan janji Allah.

Pada titik ini, Abraham telah mengalami berbagai peristiwa penting dalam perjalanannya bersama Allah. Ia telah dipanggil dari tanah kelahirannya, dijanjikan keturunan yang banyak, dan bahkan diberi perjanjian kekal oleh Tuhan. Namun, janji akan memiliki seorang anak sebagai pewaris dan penerus keturunannya terasa begitu lama untuk terwujud. Usia Abraham dan Sarah yang sudah lanjut menjadi tantangan besar bagi pemahaman manusiawi.

Ucapan Abraham, "Sekiranya aku tidak mendapatkannya, aku akan mencela diriku sendiri," terdengar seperti beban kekhawatiran yang mendalam. Ia menyadari bahwa tanpa penggenapan janji ini, seluruh rencana dan tujuan Allah bagi dirinya, keluarganya, dan bahkan bangsanya, akan terhenti. Frasa "mencela diriku sendiri" dapat diartikan sebagai rasa malu yang luar biasa, kesedihan yang mendalam, atau bahkan penerimaan terhadap kegagalan total dalam memenuhi panggilan ilahi.

Namun, ayat ini juga harus dibaca dalam konteks yang lebih luas. Ketidakpercayaan atau keraguan yang mungkin terucap dalam kesedihan itu justru menjadi bukti betapa pentingnya janji Allah bagi Abraham. Ia sangat menginginkan penggenapannya, bukan demi kepentingannya sendiri semata, tetapi karena ia percaya pada kebaikan dan kesetiaan Allah. Ia tahu bahwa keberhasilan atau kegagalan dalam perkara ini adalah cerminan langsung dari kebenaran firman Tuhan.

Kejadian 21:26 mengingatkan kita bahwa bahkan tokoh iman sebesar Abraham pun bisa mengalami masa-masa keraguan dan ketakutan. Ini menunjukkan bahwa perjalanan spiritual bukanlah jalan mulus tanpa rintangan. Ada kalanya kita merasa buntu, mempertanyakan kebenaran janji-janji Tuhan, terutama ketika situasi di sekitar kita tampaknya berlawanan dengan apa yang telah difirmankan-Nya.

Respons Allah terhadap keraguan manusia seringkali adalah kesetiaan yang tak tergoyahkan. Meskipun Abraham mungkin merasa putus asa, Allah tetap memegang janji-Nya. Tidak lama setelah momen ini, Ishak lahir, membuktikan bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil. Kisah ini mengajarkan kita untuk terus berpegang pada harapan, bahkan ketika keadaan tampak suram. Iman bukanlah tentang tidak pernah ragu, tetapi tentang terus bergerak maju dalam kepercayaan kepada Allah, terlepas dari segala keraguan yang mungkin menghampiri.

Bagi kita yang membaca kisah ini, Kejadian 21:26 adalah pengingat yang kuat tentang kesetiaan Allah. Janji-janji-Nya adalah pasti, dan Ia memiliki cara untuk menggenapinya, seringkali dengan cara yang melebihi pemahaman kita. Dengan merenungkan ayat ini, kita diajak untuk memperkuat keyakinan kita pada rencana ilahi, dan untuk tidak menyerah pada kekhawatiran, melainkan menyerahkan segala sesuatu kepada Sang Pencipta yang setia.