Kejadian 21:30

"Tetapi Abraham berkata: "Aku telah menanam sebatang pohon di sana, dan di sana aku akan memanggil nama TUHAN, TUHAN yang kekal.""
Perjanjian Abraham Kasih dan Ketaatan
Ilustrasi: Keharmonisan dan Kepercayaan

Inti dari Perjanjian

Ayat Kejadian 21:30, meskipun singkat, menyimpan makna yang dalam mengenai hubungan antara Abraham dan Allah. Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini muncul setelah perselisihan antara Abraham dan Abimelekh mengenai sebuah sumur air. Abraham dituduh telah mengambil domba-domba Abimelekh dan tidak hanya itu, ia juga dituduh tidak memberitahukannya perihal sumur yang digali Abraham.

Perjanjian pun dibuat antara Abraham dan Abimelekh. Dalam perjanjian tersebut, Abraham mengembalikan domba-domba dan sapi-sapi yang diambilnya, dan Abimelekh bersumpah bahwa ia tidak akan melakukan apapun terhadap Abraham. Kejadian ini menekankan pentingnya kejujuran, pengembalian hak, dan pembentukan ikatan kepercayaan di antara manusia, bahkan dalam situasi konflik.

Tindakan Ketaatan dan Pengakuan Ilahi

Namun, poin krusial dalam ayat 30 adalah tindakan Abraham setelah perjanjian itu. Ia tidak hanya sekadar menyelesaikan masalah duniawi, tetapi ia menggunakan kesempatan itu untuk memperkuat hubungannya dengan Allah. Pernyataan Abraham, "Aku telah menanam sebatang pohon di sana, dan di sana aku akan memanggil nama TUHAN, TUHAN yang kekal," menunjukkan beberapa hal:

Pertama, Abraham menanam sebatang pohon. Tindakan menanam pohon di zaman itu seringkali memiliki makna lebih dari sekadar penghijauan. Pohon dapat menjadi simbol stabilitas, pertumbuhan, dan keberlangsungan. Hal ini bisa mengindikasikan komitmen Abraham untuk membangun dan menetap, serta menunjukkan kepercayaannya pada janji Allah yang akan menjadikan keturunannya banyak.

Kedua, dan yang paling penting, Abraham menyatakan niatnya untuk "memanggil nama TUHAN, TUHAN yang kekal." Di sinilah letak inti spiritualnya. "Memanggil nama TUHAN" bukan sekadar menyebut nama, melainkan merupakan ekspresi penyembahan, pengakuan otoritas, dan penyerahan diri. Abraham meneguhkan kembali bahwa di bawah pohon yang ia tanam, di tempat yang baru saja ia tegaskan haknya melalui perjanjian, ia akan menjadikan tempat itu sebagai pusat ibadahnya, tempat di mana ia secara aktif berkomunikasi dan mengagungkan Allah.

Ini adalah bukti nyata dari keimanan Abraham. Ia tidak hanya berurusan dengan masalah manusia, tetapi secara proaktif membawa dimensinya ke ranah ilahi. Ia tahu bahwa keberadaannya, haknya atas tanah itu, dan masa depannya sepenuhnya bergantung pada anugerah dan kuasa TUHAN. Frasa "TUHAN yang kekal" semakin menegaskan keyakinannya pada keabadian dan kemuliaan Allah, yang melampaui segala urusan duniawi yang sementara.

Pelajaran untuk Kehidupan Modern

Kejadian 21:30 mengajarkan kepada kita pentingnya mengintegrasikan iman kita ke dalam setiap aspek kehidupan. Sama seperti Abraham yang menanam pohon sebagai tanda keberlanjutan dan kemudian menjadikan tempat itu untuk memanggil nama Tuhan, kita pun dipanggil untuk tidak memisahkan kehidupan sehari-hari dari hubungan kita dengan Sang Pencipta. Baik dalam kesuksesan maupun dalam penyelesaian konflik, marilah kita selalu mengingat untuk membawa semuanya kepada Tuhan dalam doa dan penyembahan. Menanam "pohon" dalam hidup kita bisa berarti membangun keluarga, memulai usaha, atau menciptakan ruang bagi pertumbuhan pribadi, namun yang terpenting adalah menjadikan semua itu sebagai tempat di mana nama Tuhan dipermuliakan.