Kisah Abraham dan Ishak di Gunung Moria adalah salah satu ujian iman paling dramatis dalam Alkitab. Ayat Kejadian 22:4, "Pada hari ketiga Abraham melihat tempat itu dari kejauhan," bukan sekadar penanda waktu, melainkan titik krusial dalam perjalanan yang penuh gejolak emosi, keraguan, dan keyakinan yang tak tergoyahkan.
Setelah menerima perintah ilahi yang begitu mengejutkan dan menyakitkan untuk mengorbankan putra terkasihnya, Ishak, Abraham tidak ragu sedikit pun. Ia bangkit pagi-pagi, menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan, dan memulai perjalanan tiga hari menuju Gunung Moria. Perjalanan ini pasti dipenuhi dengan percakapan sunyi dalam hati Abraham, pergulatan batin, dan mungkin juga doa-doa yang tak terucapkan.
Bayangkan beban emosional yang dipikul Abraham. Sebagai seorang ayah, ia pasti merasakan cinta yang mendalam kepada Ishak, putra perjanjian yang telah lama dinantikannya. Namun, sebagai hamba Tuhan, imannya begitu kuat sehingga ia siap mematuhi perintah-Nya, bahkan ketika perintah itu bertentangan dengan naluri terdalamnya sebagai manusia. Tiga hari perjalanan itu menjadi waktu yang mematangkan keputusannya, menguatkan tekadnya, dan memurnikan imannya.
Ketika akhirnya Abraham melihat tempat itu dari kejauhan pada hari ketiga, apa yang mungkin ia rasakan? Kelegaan karena perjalanan akan segera berakhir? Ketegangan karena tugas yang menanti? Atau mungkin rasa hormat yang mendalam saat menyadari bahwa ini adalah tempat yang telah dipilih Tuhan sendiri untuk menguji kesetiaan hamba-Nya?
Ayat ini mengingatkan kita bahwa iman seringkali tidak diuji dalam satu momen singkat, tetapi melalui proses. Perjalanan tiga hari tersebut adalah bagian integral dari ujian itu sendiri. Ini adalah waktu untuk refleksi, penguatan diri, dan penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak Tuhan. "Melihat tempat itu dari kejauhan" menyiratkan pemahaman, penerimaan, dan persiapan mental untuk langkah selanjutnya.
Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya ketaatan yang tanpa syarat. Abraham tidak mencoba menawar atau mencari jalan keluar. Ia memilih untuk percaya pada Tuhan, meskipun ia belum sepenuhnya memahami bagaimana janji-Nya tentang keturunan yang banyak akan terwujud jika Ishak dikorbankan. Ketaatan Abraham akhirnya berujung pada intervensi ilahi, di mana Tuhan menyediakan domba pengganti dan menegaskan kembali janji-janji-Nya. Ini menunjukkan bahwa ketika kita melangkah maju dalam iman dan ketaatan, Tuhan akan bekerja dan menyediakan.
Kejadian 22:4 adalah pengingat yang kuat bahwa iman yang sejati seringkali datang setelah melewati masa-masa panjang penantian, kebingungan, dan ujian berat. Namun, di ujung penantian itu, seperti yang dialami Abraham, terdapat penggenapan janji Tuhan yang lebih besar dan pemahaman yang lebih dalam tentang karakter-Nya yang setia.