"Lalu hamba itu meletakkan tangannya di bawah pinggang tuannya, Abraham, dan bersumpahlah kepadanya mengenai perkara itu."
Ilustrasi perjalanan penuh harapan menuju tujuan.
Kisah dalam Kitab Kejadian pasal 24 merupakan salah satu narasi yang kaya akan makna dan detail dalam perjalanan iman. Ayat kesembilan, yang berbunyi, "Lalu hamba itu meletakkan tangannya di bawah pinggang tuannya, Abraham, dan bersumpahlah kepadanya mengenai perkara itu," menandai sebuah momen krusial dalam rencana Allah bagi keturunan Abraham.
Peristiwa ini terjadi pada masa ketika Abraham telah lanjut usia dan sangat mengkhawatirkan kelangsungan garis keturunannya, terutama dalam kaitannya dengan janji Tuhan mengenai banyaknya bangsa yang akan berasal darinya. Istri tercintanya, Sarah, telah meninggal, dan kekhawatiran Abraham semakin memuncak. Ia memanggil hamba kepercayaannya, yang diyakini adalah Eliezer, dan memberinya tugas yang sangat berat dan penting: mencari seorang istri bagi Ishak, putranya, dari kalangan sanak keluarga Abraham sendiri, bukan dari bangsa Kanaan yang tinggal di sekitarnya.
Tugas ini bukanlah perkara biasa. Ini menyangkut masa depan seluruh keluarga perjanjian. Abraham tidak ingin Ishak menikahi wanita yang tidak mengenal Allah yang sama dengannya. Oleh karena itu, ia mengutus hambanya dengan sebuah misi yang memerlukan hikmat ilahi dan ketekunan luar biasa. Tindakan hamba itu meletakkan tangan di bawah pinggang tuannya adalah sebuah gestur penghormatan dan kesungguhan yang mendalam. Dalam budaya kuno, bersumpah dengan cara ini menunjukkan ikatan yang kuat dan keseriusan janji yang diucapkan. Hamba itu bersedia menanggung segala risiko dan kesukaran demi memenuhi amanah tuannya.
Ayat ini bukan sekadar pencatatan sebuah sumpah. Ia membuka pintu bagi sebuah perjalanan yang penuh dengan keajaiban dan penyertaan Tuhan. Sang hamba tidak hanya pergi dengan bekal materi, tetapi juga dengan iman dan doa, bergantung sepenuhnya pada bimbingan Allah. Ia sadar bahwa keberhasilan misi ini bukan semata-mata karena kecerdikan atau kekuatannya, melainkan karena kuasa dan kebaikan Tuhan.
Perjalanan sang hamba menuju Mesopotamia, tanah kelahiran Abraham, adalah sebuah bukti kesetiaan dan ketaatan yang patut diteladani. Ia melakukan perjalanan yang jauh dan berisiko, membawa serta kekayaan tuannya, namun fokus utamanya adalah pada perintah yang telah diamanahkan. Keberaniannya untuk menghadapi ketidakpastian dan keyakinannya bahwa Allah akan menuntun langkahnya adalah inti dari narasi ini.
Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya janji yang ditepati, kesetiaan kepada tugas yang diberikan, dan kepercayaan penuh kepada Tuhan dalam setiap langkah kehidupan. Ketika sang hamba akhirnya bertemu dengan Ribka di dekat sumur, dan Ribka menunjukkan sifat yang dikehendaki Abraham, itu adalah konfirmasi yang luar biasa atas penyertaan dan pemeliharaan Allah. Sumpah yang diucapkan di hadapan Abraham, dan kemudian dipenuhi oleh sang hamba melalui bimbingan ilahi, menjadi fondasi penting bagi kelanjutan janji Allah kepada Abraham melalui Ishak dan keturunannya.