Lalu kata Ishak kepada Yakub: "Mari, anakku, dekatlah kepada saya, supaya saya dapat meraba engkau, apakah engkau ini anakku Esau atau bukan."
Kisah dalam Kejadian pasal 27 merupakan salah satu narasi paling dramatis dan penuh pelajaran dalam Kitab Suci. Titik sentralnya adalah ketika Ishak, yang sudah tua dan matanya kabur, hendak memberikan berkat warisan kepada putra sulungnya, Esau. Namun, narasi ini diperumit oleh campur tangan Ribka, ibu Yakub, dan Yakub sendiri, yang dengan cerdik berusaha mendapatkan berkat tersebut untuk dirinya.
Ayat 27:21, "Lalu kata Ishak kepada Yakub: 'Mari, anakku, dekatlah kepada saya, supaya saya dapat meraba engkau, apakah engkau ini anakku Esau atau bukan'," menandai momen krusial. Ishak, dengan penglihatan yang lemah, tidak dapat membedakan putranya secara visual. Ia mengandalkan indra perabanya dan suara untuk mengidentifikasi siapa yang berada di hadapannya. Keadaan fisik Ishak ini menjadi celah yang dimanfaatkan oleh Yakub, yang diperalat ibunya untuk menyamar sebagai Esau.
Penyamaran ini bukan sekadar permainan. Dalam budaya kuno, berkat warisan dari seorang ayah kepada putra sulungnya memiliki bobot spiritual dan material yang sangat besar. Berkat tersebut seringkali mencakup hak istimewa, kekayaan, dan bahkan janji-janji ilahi. Perselisihan antara Yakub dan Esau dalam mendapatkan berkat ini mencerminkan ketegangan yang lebih dalam antara kedua saudara kembar itu, bahkan sejak dalam kandungan.
Ishak yang buta melambangkan keterbatasan manusia dalam melihat kebenaran sejati. Meskipun ia adalah tokoh patriarkal yang penting, ia tidak dapat sepenuhnya membedakan apa yang dikehendaki Tuhan melalui kesepakatan-Nya dengan Abraham, yang telah menetapkan bahwa keturunan yang lebih muda akan melayani yang lebih tua. Di sisi lain, Yakub, meskipun bertindak dengan cara yang kurang jujur, pada akhirnya menjadi alat Tuhan untuk menggenapi janji-Nya.
Momen ini mengajarkan kita bahwa Tuhan seringkali bekerja melalui cara-cara yang tidak terduga, bahkan di tengah ketidaksempurnaan dan kesalahan manusia. Keterbatasan fisik Ishak menjadi pembuka jalan bagi rencana ilahi yang lebih besar. Yakub, dengan segala kepintarannya dan bahkan tipu dayanya, pada akhirnya menemukan dirinya berada di jalur yang telah digariskan Tuhan.
Kisah ini terus relevan bagi pembaca modern. Ia mengingatkan kita bahwa seringkali apa yang tampak di permukaan tidaklah mencerminkan realitas spiritual atau kehendak Tuhan. Kita juga belajar tentang kompleksitas hubungan keluarga, dampak dari keputusan-keputusan yang dibuat dalam tekanan, dan bagaimana Tuhan dapat menggunakan bahkan tindakan yang keliru untuk mencapai tujuan-Nya yang lebih mulia.
Kisah ini juga menyoroti pentingnya mendengarkan suara hati dan firman Tuhan, bukan hanya penglihatan fisik atau suara-suara duniawi. Ishak dihadapkan pada pilihan sulit, dan ia tidak sepenuhnya menyadari bahwa di balik penyamaran tersebut, ada pergerakan kehendak ilahi yang lebih besar. Kejadian 27:21 menjadi pengingat akan ketegangan antara apa yang terlihat oleh mata manusia dan apa yang diketahui oleh Tuhan.