Kejadian 27:3 - Janji Abraham dan Warisan Ishak

"Sekarang, ambillah senjatamu, tabung panahmu dan busurmu, pergilah ke padang dan burulah binatang untukku."

Perburuan Keluarga
Ilustrasi: Perburuan dan persiapan keluarga untuk sebuah tugas penting.

Kisah yang terekam dalam Kitab Kejadian pasal 27, khususnya ayat ke-3, membawa kita pada momen krusial dalam keluarga Ishak. Ayub, seorang patriark yang telah lanjut usia dan matanya mulai rabun, memanggil putra kesayangannya, Esau. Perintahnya, "Sekarang, ambillah senjatamu, tabung panahmu dan busurmu, pergilah ke padang dan burulah binatang untukku," menandakan sebuah permintaan yang tampaknya sederhana namun memiliki implikasi yang mendalam. Ini adalah permintaan seorang ayah yang ingin menikmati hidangan daging buruan sebelum ia mempersiapkan langkah penting selanjutnya dalam hidupnya.

Pada titik ini dalam narasi, janji-janji Allah kepada Abraham mengenai keturunannya, bangsa yang besar, dan tanah warisan menjadi sangat relevan. Ishak adalah penerus janji itu, dan melalui Ishak, janji itu akan terus diwariskan kepada generasi berikutnya. Permintaan Ishak kepada Esau bukan sekadar keinginan seorang kakek tua akan makanan, melainkan sebuah kesempatan bagi Esau, sebagai anak sulung, untuk menerima berkat dan warisan spiritual serta material yang telah dijanjikan Allah kepada leluhurnya. Dalam budaya Timur Tengah kuno, berkat seorang ayah adalah sesuatu yang sangat bernilai, seringkali berisi nubuat dan peneguhan atas takdir seseorang.

Namun, latar belakang cerita ini lebih kompleks dari sekadar permintaan berburu. Kita tahu bahwa Ribka, istri Ishak, memiliki rencana lain yang melibatkan putra mereka yang lain, Yakub. Peristiwa ini menjadi titik balik yang dramatis, di mana persaingan dan intrik antar saudara, serta campur tangan ibu, akan membentuk masa depan kedua keturunan Abraham. Ayat ke-3 ini, meskipun pendek, menjadi pembuka jalan bagi serangkaian kejadian yang akan menguji iman, kesabaran, dan kedaulatan Allah dalam menggenapi janji-Nya.

Perintah Ishak kepada Esau menggarisbawahi peran Esau sebagai pewaris yang dipersiapkan. Ia adalah seorang pemburu yang ulung, sesuai dengan karakternya yang keras dan terbiasa hidup di alam terbuka. Namun, ironisnya, justru kebiasaan dan karakternya inilah yang kelak akan membuatnya kehilangan hak kesulungannya. Kehidupan Esau yang lebih terfokus pada urusan duniawi, termasuk kesediaannya menukar hak kesulungan dengan semangkuk kacang merah, menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap nilai rohani dari warisan yang dijanjikan.

Kejadian 27:3 adalah lebih dari sekadar sebuah instruksi. Ia adalah simbol dari kesempatan yang diberikan, tantangan yang dihadapi, dan ujian iman yang harus dijalani. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya menghargai hal-hal rohani, tentang bagaimana pilihan-pilihan dalam hidup dapat membentuk warisan kita, dan pada akhirnya, tentang bagaimana Allah dapat bekerja melalui berbagai cara, bahkan melalui rencana manusia yang penuh kekurangan, untuk mewujudkan tujuan-Nya yang kekal. Bagi umat yang percaya, kisah ini mengingatkan bahwa janji Allah tidak bergantung pada kekuatan atau kelihaian manusia, melainkan pada kesetiaan dan kedaulatan-Nya sendiri.