"Maka berfirmanlah Allah kepada Yakub: 'Bangkitlah, pergilah ke Betel dan tinggallah di sana, dan buatlah mezbah bagi Allah yang tampak kepadamu, ketika engkau melarikan diri dari Esau, kakakmu.'" (Kejadian 35:1)
Bab 30 dan 31 dari Kitab Kejadian menceritakan periode krusial dalam kehidupan Yakub, di mana ia menghadapi tantangan dan menunjukkan kelihaiannya dalam berusaha membangun kekayaan di bawah pengawasan mertuanya, Laban. Setelah berjuang keras untuk mendapatkan Rahel sebagai istrinya, Yakub kemudian bekerja keras selama dua puluh tahun di tanah Haran. Dua dekade tersebut dihabiskan dengan melayani Laban, pamannya, yang dikenal karena sifatnya yang licik dan seringkali menipu. Namun, di tengah kesulitan itu, Yakub terus diberkati oleh Tuhan.
Setelah bertahun-tahun mengabdi pada Laban, Yakub menyadari bahwa ia perlu mengambil langkah untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Dengan persetujuan Tuhan, ia bernegosiasi dengan Laban mengenai upah. Awalnya, Laban setuju untuk memberikan Yakub semua domba yang berbintik-bintik dan belang-belang serta kambing yang berwarna hitam sebagai upahnya. Namun, Laban memiliki strategi licik lainnya. Ia segera memisahkan semua ternak yang sesuai dengan kriteria tersebut dari kawanannya dan menyerahkannya kepada anak-anaknya untuk dijaga, seolah-olah untuk memastikan Yakub tidak akan mendapatkan apa-apa.
Namun, Yakub, yang memiliki kebijaksanaan ilahi, tidak tinggal diam. Ia menerapkan sebuah metode yang cerdik dengan menggunakan ranting-ranting pohon yang dikupas kulitnya dan diletakkan di palungan ternak. Terlepas dari apakah metode ini memiliki dasar ilmiah dalam reproduksi hewan saat itu, Kitab Kejadian menggambarkan bahwa strategi ini berhasil, dan keturunan ternak Yakub berkembang pesat, menjadi berbintik-bintik dan belang-belang. Keberhasilan ini membuat ternak Yakub jauh melebihi ternak Laban, menimbulkan rasa iri dan ketidakpuasan pada anak-anak Laban.
Ketika Yakub melihat perubahan sikap Laban dan ketidakpuasan anak-anaknya, ia menyadari bahwa "mata Laban tidak lagi bersahabat kepadanya seperti dahulu kala." Di saat seperti itu, Tuhan berbicara kepada Yakub, mengingatkannya untuk kembali ke tanah leluhurnya. Tuhan berjanji akan menyertainya dan melindunginya. Ini menjadi penegasan ilahi bagi Yakub untuk meninggalkan rumah mertuanya.
Dengan diam-diam, Yakub mengumpulkan istri-istrinya, Lea dan Rahel, serta anak-anaknya dan semua hartanya, lalu berangkat menuju Kanaan. Rahel, bahkan dengan mencuri berhala-berhala ayahnya, turut dalam pelarian ini. Laban, setelah mengetahui kepergian Yakub tiga hari kemudian, mengejarnya dengan marah. Namun, Tuhan datang kepadanya dalam mimpi pada malam itu, memperingatkannya untuk tidak mengatakan sepatah kata pun yang baik atau buruk kepada Yakub.
Ketika Laban akhirnya bertemu Yakub, konfrontasi terjadi. Laban menuduh Yakub mencuri, dan Yakub membalas dengan menjelaskan bagaimana ia telah bekerja keras untuk Laban, dan bahwa ternak yang berkembang pesat adalah hasil dari kecerdikan dan berkat Tuhan. Setelah mencari barang curian Rahel dan tidak menemukannya, Laban akhirnya membuat perjanjian dengan Yakub. Mereka bersumpah di atas tugu batu untuk tidak saling menyakiti. Yakub memberikan persembahan kurban, dan mereka makan bersama sebelum berpisah.
Kisah ini tidak hanya menunjukkan perjuangan Yakub untuk mencari nafkah, tetapi juga bagaimana Tuhan secara aktif membimbing, melindungi, dan memberkati umat-Nya, bahkan di tengah situasi yang penuh tipu daya dan ketidakadilan. Kepulangan Yakub menandai babak baru dalam perjalanan imannya dan pemenuhan janji Tuhan kepada leluhurnya.