"Jikalau aku tidak diam di rumah bapa mertuaku, tentu engkau telah kupulangkan dengan tangan kosong. Tetapi Allah telah melihat kesusahanku dan kesukaran jerih payahku, lalu Ia menegur engkau tadi malam."
Ayat ini berasal dari Kitab Kejadian, pasal 31, ayat 38, yang diucapkan oleh Yakub kepada Laban. Dalam percakapan yang penuh ketegangan ini, Yakub menegaskan kesetiaannya dan kerja kerasnya selama bertahun-tahun melayani bapa mertuanya, Laban. Pernyataan ini bukan sekadar klaim, melainkan pengakuan atas keadilan ilahi yang bekerja di balik semua situasi.
Yakub telah bekerja untuk Laban selama dua puluh tahun. Sebagian besar dari waktu itu dihabiskan untuk melayani Laban demi mendapatkan Rahel, istrinya, dan juga untuk membangun kekayaan keluarganya sendiri. Selama masa itu, Laban berulang kali mengubah upah Yakub, mencoba menipu dan memanfaatkannya. Namun, Allah campur tangan dalam rencana-Nya. Yakub menceritakan bahwa meskipun Laban berulang kali mengubah upah, Allah melihat kesulitannya dan jerih payahnya. Allah inilah yang kemudian memberikan kepadanya strategi yang cerdas, yaitu dengan mengawinkan domba-domba dan kambing-kambing yang belang dan berbintik-bintik, sehingga Yakub dapat mengumpulkan ternak yang banyak untuk dirinya sendiri.
Pernyataan Yakub, "Jikalau aku tidak diam di rumah bapa mertuaku, tentu engkau telah kupulangkan dengan tangan kosong," menunjukkan betapa besar kerugian yang akan dialami Laban seandainya Yakub tidak bertahan dan menggunakan akalnya yang diajar oleh Allah. Ketiadaan Yakub berarti ketiadaan kemakmuran yang telah ia bawa ke peternakan Laban. Yakub telah menjadi berkat bagi Laban, bahkan ketika Laban tidak memperlakukannya dengan adil. Ini adalah bukti dari kesetiaan Yakub dalam menjalankan tanggung jawabnya, meskipun dihadapkan pada ketidakadilan.
Bagian terpenting dari ayat ini adalah pengakuan Yakub terhadap peran Allah: "Tetapi Allah telah melihat kesusahanku dan kesukaran jerih payahku, lalu Ia menegur engkau tadi malam." Ini adalah inti dari iman Yakub. Ia tidak mengklaim keberhasilannya semata-mata karena kecerdasannya atau kerja kerasnya, tetapi karena Allah yang Mahatahu telah menyaksikan penderitaannya, kerja kerasnya, dan penipuannya oleh Laban. Tindakan Allah tidak hanya sekadar mengawasi, tetapi juga aktif campur tangan. Allah yang menegur Laban, kemungkinan melalui mimpi seperti yang dicatat sebelumnya dalam pasal yang sama, untuk menghentikan niat jahatnya terhadap Yakub.
Kisah ini mengajarkan kita beberapa hal penting. Pertama, Allah melihat segala sesuatu. Tidak ada kesusahan atau jerih payah yang luput dari pandangan-Nya. Kedua, Allah berkuasa untuk membela orang yang tertindas dan setia. Meskipun situasinya mungkin terlihat sulit dan tidak adil, Allah dapat bertindak untuk menegakkan kebenaran. Ketiga, kesetiaan dalam pekerjaan, bahkan di bawah tekanan, adalah prinsip ilahi. Yakub, meskipun merasa tertipu, tetap menjalankan tugasnya dan pada akhirnya diberkati.
Kisah Yakub dan Laban, yang terangkum dalam ayat ini, menjadi pengingat bahwa dalam setiap perjuangan hidup, dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan, kita tidak sendirian. Allah senantiasa menyaksikan, mendengarkan, dan berkuasa untuk memulihkan serta memberkati mereka yang setia dan berseru kepada-Nya, sebagaimana Ia memulihkan dan memberkati Yakub.
Ilustrasi Yakub menjaga ternaknya di padang rumput, melambangkan penjagaan Allah atas kesusahannya.