Kisah Yakub di malam hari sebelum bertemu Esau adalah salah satu momen paling dramatis dan transformatif dalam Kitab Kejadian. Di tepi sungai Yabok, dalam kegelapan yang pekat, Yakub berjuang bukan dengan manusia, melainkan dengan Tuhan sendiri. Perjuangan ini bukan hanya pertempuran fisik, tetapi juga pergumulan iman, penyerahan diri, dan permohonan pengampunan atas segala kesalahannya di masa lalu.
Yakub, yang sebelumnya telah menipu abangnya, Esau, untuk mendapatkan hak kesulungan dan berkat bapanya, kini kembali ke tanah kelahirannya dengan hati yang penuh ketakutan. Ia tahu bahwa Esau masih menyimpan dendam. Dalam keputusasaannya, Yakub berdoa dan bersiap menghadapi apa pun yang akan terjadi. Namun, pada malam itu, sebelum pertemuannya dengan Esau, ia menghadapi sesuatu yang lebih besar: kehadiran ilahi.
Menurut catatan Kitab Kejadian pasal 32, Yakub tidak hanya beristirahat, tetapi ia bergelut dengan seorang pribadi sampai fajar menyingsing. Pergulatan ini begitu sengit sehingga pinggul Yakub terkilir. Pribadi yang bergelut dengannya bukanlah sembarang makhluk, melainkan Tuhan sendiri yang menampakkan diri dalam bentuk manusiawi. Ini adalah perjumpaan yang mendalam, di mana identitas Yakub diuji dan diubah.
Meskipun terluka secara fisik, Yakub menolak untuk melepaskan pribadi itu tanpa mendapatkan berkat. Ia memahami bahwa di balik penderitaan dan pergulatan itu tersimpan janji dan pembaruan. Akhirnya, pribadi itu memberinya nama baru, Israel, yang berarti "berjuang melawan Allah" atau "Allah berjuang." Nama ini menjadi pengingat abadi akan perjumpaan transformatif yang dialaminya.
Menjelang fajar, pribadi itu membiarkan Yakub pergi, tetapi tidak sebelum menanamkan tanda yang akan dikenang. Luka pada pinggul Yakub, khususnya urat ketingnya, menjadi penanda permanen dari malam yang luar biasa itu. Ia bangkit dengan pincang, tetapi juga dengan hati yang baru dan janji yang terjamin.
Ayat ini, "Sebab itu sampai hari ini orang Israel tidak makan urat keting yang terkilir, karena urat keting itu adalah bagian dari paha Yakub yang terkilir," menjadi dasar dari sebuah tradisi yang terus dipegang oleh umat Yahudi hingga kini. Larangan makan urat keting bukanlah sekadar aturan diet, melainkan sebuah peringatan hidup tentang: