Ayat Kejadian 35:3 merupakan sebuah momen krusial dalam perjalanan hidup Yakub. Setelah mengalami berbagai kesulitan, kepulangan ke tanah leluhurnya, dan pembersihan diri dari berhala-berhala yang menyesatkan, Yakub merasakan dorongan ilahi untuk kembali membangun komitmen imannya di tempat yang memiliki makna spiritual mendalam. Kata-kata Yakub, "Baiklah kita bersiap-siap, mari kita pergi ke Betel," bukan sekadar ajakan fisik untuk berpindah tempat, melainkan sebuah pernyataan proaktif untuk mendekatkan diri kepada Allah yang telah menopangnya melalui masa-masa paling genting dalam hidupnya.
Betel, yang berarti "rumah Allah," adalah tempat di mana Yakub pernah mendapatkan pengalaman perjumpaan ilahi yang monumental. Di sana, ia melihat tangga menuju surga dan mendengar janji-janji Allah. Kini, di tengah kepulangan dan pemulihan, Yakub ingin menegaskan kembali hubungannya dengan Sang Pencipta di tempat yang sama. Tindakan ini mencerminkan pentingnya mengenang karya Allah di masa lalu dan menjadikannya fondasi untuk pelayanan di masa kini dan masa depan. Yakub ingin membuat mezbah, sebuah simbol pengorbanan, penyembahan, dan hubungan yang diperbarui.
Frasa "Allah yang telah menjawab aku pada waktu kesesakanku" menegaskan pengakuan Yakub atas kedaulatan dan kesetiaan Allah. Kesesakan yang dialaminya, mulai dari pelarian dari Esau, pengkhianatan Laban, hingga berbagai tantangan dalam perjalanan hidupnya, tidak membuatnya berpaling dari Allah, justru semakin mengikatnya. Allah tidak hanya hadir di saat-saat terang, tetapi terutama di dalam kegelapan dan kesulitan. Demikian pula, "yang telah menyertai aku dalam perjalanan yang kutempuh" adalah pengakuan atas kehadiran Allah yang konstan. Allah bukan hanya Tuhan yang menjawab doa, tetapi juga Tuhan yang berjalan bersama kita, langkah demi langkah, di setiap jalan kehidupan kita.
Ayat ini memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Dalam kehidupan yang penuh tantangan dan ketidakpastian, seringkali kita tergoda untuk melupakan sumber kekuatan kita yang sejati. Kejadian 35:3 mengajak kita untuk secara sengaja mengingat kembali karya Allah dalam hidup kita. Ini adalah panggilan untuk melakukan "pembaruan komitmen iman" – sebuah tindakan sadar untuk memperkuat hubungan kita dengan Tuhan, mendirikan "altar" penyembahan dan pengabdian, serta mengakui bahwa Dialah yang menjadi penopang dan penyerta kita dalam setiap perjalanan. Betel dalam kisah Yakub bisa menjadi representasi dari gereja, tempat ibadah, atau bahkan momen hening pribadi kita untuk berdialog dengan Sang Ilahi, meneguhkan kembali janji-janji kita kepada-Nya, dan mengakui anugerah-Nya yang tak terputus.