"Lalu ia membedakan pakaiannya, dan berkata kepada hamba-hambanya: 'Aku akan pergi ke dunia orang mati mendapatkan anakku sambil menangis.' Demikianlah ayahnya meratapi dia." (Kejadian 37:33)
Gambaran abstrak duka dan harapan.
Kisah Yusuf, putra kesayangan Yakub, adalah salah satu narasi paling menyentuh dalam Kitab Kejadian. Bagian ini, khususnya ayat 33 dari pasal 37, menyoroti puncak kesedihan seorang ayah yang berduka atas kehilangan anaknya yang diperkirakan telah mati. Peristiwa ini bukan sekadar tragedi pribadi, melainkan sebuah momen krusial yang membentuk perjalanan hidup Yakub dan keluarganya. Yosua, yang awalnya disayangi berkat pakaiannya yang indah dan mimpinya, kini menjadi subjek ratapan mendalam.
Kejadian ini bermula dari kecemburuan saudara-saudara Yusuf yang berujung pada penjualan Yusuf sebagai budak. Mereka kemudian menipu ayah mereka, Yakub, dengan membawa baju seragam Yusuf yang berlumuran darah hewan, seolah-olah Yusuf telah diterkam oleh binatang buas. Reaksi Yakub digambarkan dengan sangat jelas: "Lalu ia membedakan pakaiannya, dan berkata kepada hamba-hambanya: 'Aku akan pergi ke dunia orang mati mendapatkan anakku sambil menangis.' Demikianlah ayahnya meratapi dia." Tindakan merobek pakaian (membedakan pakaian) adalah ekspresi duka yang sangat umum di budaya Timur Tengah kuno, menunjukkan kedalaman kesedihan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Yakub, yang di masa mudanya sendiri pernah mengalami kehilangan dan tipu daya, kini harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan putra kesayangannya. Perkataannya untuk pergi ke dunia orang mati demi bertemu Yusuf menunjukkan betapa kuatnya ikatan emosional antara ayah dan anak ini. Konsep "dunia orang mati" (Sheol) pada masa itu seringkali digambarkan sebagai tempat kesuraman, dan Yakub rela mengakhiri hidupnya dalam kesedihan demi mencari jawaban atau sekadar berada bersama anaknya. Ratapan Yakub ini bukan hanya suara kesedihan, tetapi juga cerminan kehancuran harapan dan rencana masa depannya yang terkait dengan Yusuf.
Kisah ini mengajarkan banyak hal tentang sifat manusia, termasuk kecemburuan, pengkhianatan, tetapi juga cinta seorang ayah yang tulus. Di balik duka yang mendalam ini, ada sebuah rencana ilahi yang lebih besar yang sedang bekerja. Yusuf, meskipun harus melalui penderitaan, akhirnya diangkat menjadi orang terpandang di Mesir, yang kelak menyelamatkan keluarganya dari kelaparan. Namun, pada saat ratapan Yakub ini, rencana tersebut masih tersembunyi. Yang terlihat hanyalah kehancuran hati seorang ayah.
Kutipan Kejadian 37:33 ini menjadi pengingat bahwa di tengah kepedihan yang mendalam, emosi manusiawi seringkali terekspresikan secara kuat. Duka Yakub adalah duka yang otentik, yang menunjukkan betapa berharganya ikatan keluarga. Namun, cerita Yusuf secara keseluruhan juga menunjukkan bahwa bahkan dari tragedi terburuk, harapan dan penebusan bisa muncul. Kesetiaan Yakub pada rasa cintanya, meskipun salah diarahkan oleh informasi palsu, tetap menjadi tema universal yang bergema hingga kini. Perasaan seorang ayah yang kehilangan anaknya, seperti yang digambarkan Yakub, adalah salah satu pengalaman paling universal dan menghancurkan dalam kehidupan.