"Lalu semua anaknya laki-laki dan semua anaknya perempuan mencoba menghibur dia, tetapi ia menolak dihibur, katanya: "Tidak, tetapi aku akan terus berkabung, sampai aku turun ke dunia orang mati mendapatkan anakku itu." Demikianlah ia meratapinya."
Ayat Kejadian 37:35 menggambarkan kesedihan mendalam Yakub atas hilangnya Yusuf, anaknya yang paling ia cintai. Frasa "mencoba menghibur dia, tetapi ia menolak dihibur" secara gamblang menunjukkan betapa besar rasa kehilangan yang dirasakan Yakub. Keengganannya untuk dihibur bukan berarti ia menolak kasih sayang keluarganya, melainkan menunjukkan kedalaman dukanya yang belum terselesaikan.
Kata-kata Yakub, "Tidak, tetapi aku akan terus berkabung, sampai aku turun ke dunia orang mati mendapatkan anakku itu," mengungkapkan keyakinan bahwa kematian adalah satu-satunya cara baginya untuk bersatu kembali dengan Yusuf. Ini adalah ungkapan keputusasaan yang luar biasa, di mana ia melihat kematian sebagai pelipur lara terbesarnya. Pandangan ini, meskipun dari sudut pandang modern terlihat suram, pada masa itu mencerminkan pandangan tentang kehidupan setelah kematian yang masih terbatas dan sangat berfokus pada kehidupan duniawi.
Kisah Yusuf adalah salah satu narasi paling kuat dalam Perjanjian Lama, penuh dengan pengkhianatan, penderitaan, dan akhirnya penebusan. Yakub sangat menyayangi Yusuf, yang dibuktikan dengan jubah berwarna-warni yang diberikannya kepada Yusuf (Kejadian 37:3). Kasih sayang yang berlebihan ini menimbulkan kecemburuan di antara saudara-saudaranya, yang akhirnya menjual Yusuf menjadi budak.
Dalam kesedihan yang mendalam ini, Yakub meyakini bahwa Yusuf telah mati. Penipuan saudara-saudaranya, dengan membawa jubah Yusuf yang berlumuran darah hewan, berhasil meyakinkan Yakub akan nasib buruk anaknya. Rasa sakit karena kehilangan ini begitu besar sehingga merayap ke setiap aspek kehidupannya, membuatnya sulit menerima penghiburan dari orang lain.
Meskipun ayat ini berfokus pada kesedihan, kisah Yusuf secara keseluruhan mengajarkan pelajaran penting tentang iman, ketekunan, dan pengampunan. Yusuf, meskipun menghadapi cobaan berat, termasuk penjara, tetap memegang teguh imannya kepada Tuhan. Ia tidak pernah berhenti berharap dan terus melakukan yang terbaik dalam setiap situasi yang dihadapinya.
Ketika Yusuf akhirnya mengungkapkan dirinya kepada saudara-saudaranya, ia tidak membalas dendam. Sebaliknya, ia menunjukkan belas kasih dan pengertian. Ia melihat tangan Tuhan bekerja di balik semua kejadian yang tampaknya buruk, mengarahkannya untuk menyelamatkan keluarganya dan bangsanya dari kelaparan. Kejadian 37:35, meskipun merupakan gambaran kesedihan, menjadi pengingat akan kekuatan emosi manusia, tetapi juga kontras dengan kebesaran rencana ilahi yang pada akhirnya membawa kebaikan.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa bahkan di tengah duka yang mendalam, ada harapan. Kesedihan Yakub pada akhirnya terobati ketika ia mengetahui bahwa Yusuf masih hidup dan menjadi pemimpin di Mesir. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan mampu mengubah situasi yang paling kelam sekalipun menjadi berkat. Ketahanan roh manusia dan kesetiaan pada kepercayaan adalah tema sentral yang terus relevan bagi pembaca hingga kini.