"Tetapi Allah terdorong olehmu dan mengirimkan aku ke sini sebelum kamu, supaya terpelihara hidupmu serta keturunanmu di bumi dan tertolong olehku dengan penyelamatan besar."
Kisah Yusuf adalah salah satu narasi paling mengharukan dalam kitab Kejadian, puncak dari serangkaian ujian, pengkhianatan, dan pemulihan ilahi. Di tengah kesulitan yang luar biasa, ayat Kejadian 45:7 menjadi penegas atas rencana Allah yang lebih besar, bahkan di balik penderitaan yang dialami. Ayat ini diucapkan oleh Yusuf sendiri, saat ia mengungkapkan identitasnya kepada saudara-saudaranya yang datang dari Kanaan mencari gandum di Mesir.
Setelah bertahun-tahun terpisah, dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya sendiri, dan mengalami penindasan di Mesir, Yusuf kini memegang kekuasaan besar sebagai orang kedua setelah Firaun. Momen pengungkapan ini adalah titik balik emosional yang luar biasa. Saudara-saudaranya tidak mengenali Yusuf, yang kini mengenakan pakaian Mesir dan berbicara bahasa mereka, namun ia mengenali mereka. Perasaan campur aduk pasti menghampiri hati Yusuf: kemarahan atas perlakuan masa lalu, kesedihan atas kehilangan keluarganya, namun juga kesadaran akan takdir yang telah membawanya ke posisi penyelamat.
Dalam momen inilah Yusuf, alih-alih meluapkan dendam, justru berbicara tentang maksud ilahi. "Tetapi Allah terdorong olehmu dan mengirimkan aku ke sini sebelum kamu," katanya. Pernyataan ini bukanlah penyangkalan atas dosa dan kesalahan saudara-saudaranya, melainkan sebuah pengakuan bahwa bahkan di tengah kekejaman manusia, tangan Allah bekerja untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Ini adalah pandangan teologis yang mendalam, bahwa segala sesuatu, baik yang baik maupun yang buruk, dapat dan seringkali digunakan oleh Tuhan untuk mencapai rencana-Nya.
Yusuf melanjutkan, menjelaskan tujuan pengutusannya ke Mesir: "supaya terpelihara hidupmu serta keturunanmu di bumi dan tertolong olehku dengan penyelamatan besar." Perkataan ini menekankan dua aspek penting. Pertama, pemeliharaan hidup. Kelaparan yang melanda Kanaan begitu parah sehingga mengancam keberadaan seluruh keluarga Yakub. Kehadiran Yusuf di Mesir, dengan kebijaksanaan dan sumber daya yang dimilikinya, menjadi kunci keselamatan mereka dari bencana kelaparan tersebut. Kedua, penyelamatan besar. Ini merujuk tidak hanya pada penyelamatan fisik dari kematian akibat kelaparan, tetapi juga pada pelestarian garis keturunan yang akan membawa keselamatan bagi bangsa Israel di kemudian hari, serta pemenuhan janji-janji Allah kepada Abraham dan keturunannya.
Kejadian 45:7 mengajarkan kita tentang perspektif ilahi atas kehidupan manusia. Seringkali, kita terjebak dalam kesulitan dan penderitaan, meragukan kebaikan Allah. Namun, kisah Yusuf mengingatkan bahwa Allah memiliki rancangan yang melampaui pemahaman kita. Dia dapat menggunakan pengalaman terburuk kita, bahkan pengkhianatan orang terdekat, untuk membentuk kita menjadi alat-Nya dan membawa kebaikan yang lebih besar. Pertemuan haru ini bukan hanya momen pemulihan pribadi bagi Yusuf dan keluarganya, tetapi juga titik penting dalam sejarah keselamatan yang menunjukkan bahwa Allah setia pada janji-Nya, bahkan ketika jalan menuju pemenuhan-Nya tampak penuh duri.