Kejadian 47:19 - Menghadapi Kesusahan di Mesir

"Sesungguhnya, kami akan mati karena lapar, baik kami, tanah kami maupun ternak kami. Oleh karena itu, baik tanah maupun ternak kami, berikanlah kepada Firaun. Dan kami akan menjadi hamba Firaun, kami dan tanah kami. Berilah kami benih, supaya kami hidup dan tidak mati, dan supaya tanah kami tidak menjadi sunyi."

Harapan Ketekunan

Kejadian 47:19 mengisahkan momen krusial dalam sejarah bangsa Israel ketika mereka berada di tanah Mesir. Di tengah kelaparan yang hebat melanda negeri itu, Yakub dan keturunannya, yang sebelumnya telah diungsikan ke Mesir karena kelicikan Yusuf yang ternyata adalah penyelamat mereka, kini menghadapi situasi yang sangat genting. Ayat ini adalah suara keputusasaan dan permohonan yang tulus dari bangsa Israel kepada Firaun, penguasa Mesir yang telah memberikan mereka tempat tinggal dan perlindungan.

Konteks ayat ini sangat penting untuk dipahami. Mesir, berkat pengelolaan biji-bijian yang cerdas oleh Yusuf, berhasil melewati tujuh tahun kelimpahan dengan menyimpan persediaan pangan. Namun, setelah masa kelimpahan itu berakhir, datanglah tujuh tahun kekeringan dan kelaparan yang hebat. Sumber makanan di tanah Kanaan, tanah air leluhur mereka, telah habis, dan kini mereka juga menghadapi ancaman kelaparan di Mesir. Situasi ini membuat mereka berada di titik terendah, di ambang kehancuran.

Dalam keputusasaan mereka, bangsa Israel membuat sebuah pernyataan yang mencerminkan kesadaran penuh akan kerentanan mereka. Mereka mengakui bahwa tanpa bantuan, "kami akan mati karena lapar, baik kami, tanah kami maupun ternak kami." Frasa ini bukan sekadar keluhan, melainkan pengakuan akan ketergantungan total mereka pada sumber daya yang tersedia. Kelaparan tidak hanya mengancam kehidupan mereka, tetapi juga mata pencaharian dan kelangsungan hidup ternak mereka, yang merupakan aset penting dalam kehidupan pastoral.

Sebagai solusi, mereka mengajukan sebuah tawaran yang menunjukkan kerelaan mereka untuk sepenuhnya tunduk. "Oleh karena itu, baik tanah maupun ternak kami, berikanlah kepada Firaun. Dan kami akan menjadi hamba Firaun, kami dan tanah kami." Ini adalah penyerahan diri yang radikal. Mereka rela menyerahkan kepemilikan atas tanah yang mereka tinggali dan beternak, serta diri mereka sendiri, menjadi budak Firaun. Pengorbanan ini dilakukan demi satu tujuan mulia: agar mereka dapat hidup. Mereka tidak lagi memikirkan kemerdekaan atau kemewahan, tetapi semata-mata untuk mempertahankan kelangsungan hidup.

Permohonan terakhir mereka berfokus pada kebutuhan paling mendasar untuk bertahan hidup dalam situasi kelaparan, yaitu "Berilah kami benih, supaya kami hidup dan tidak mati, dan supaya tanah kami tidak menjadi sunyi." Benih adalah kunci untuk masa depan. Tanpa benih, mereka tidak akan bisa menanam, dan tanpa menanam, mereka tidak akan memiliki makanan lagi di masa mendatang. Permohonan ini juga menyiratkan keinginan untuk memulihkan tanah mereka dari kekeringan dan kehancuran. Jika mereka bisa menanam, tanah itu akan kembali subur dan produktif, bukan lagi menjadi tempat yang "sunyi" dan mati.

Kejadian 47:19 menunjukkan bahwa dalam menghadapi kesusahan ekstrem, manusia seringkali dipaksa untuk membuat pilihan-pilihan sulit. Ini adalah kisah tentang kerentanan, keputusasaan, dan pada akhirnya, harapan. Dengan menawarkan diri dan harta mereka kepada Firaun, bangsa Israel berharap untuk mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup, dengan harapan bahwa benih yang diberikan akan membawa kehidupan baru bagi mereka dan bagi tanah Mesir yang menjadi tempat pengungsian mereka.