Dalam lembaran Kitab Kejadian, tepatnya pada pasal 9 ayat 29, kita menemukan sebuah firman yang begitu kaya akan makna dan harapan. Ayat ini mencatat kata-kata terakhir Nuh setelah peristiwa Air Bah yang dahsyat. Setelah badai berlalu, langit yang sebelumnya gelap gulita kini dihiasi oleh pelangi yang indah, sebuah tanda perjanjian yang diberikan Tuhan kepada seluruh ciptaan. Nuh, sebagai tokoh sentral dalam kisah ini, mengakhiri hari-harinya dengan ucapan syukur dan pengakuan atas kebaikan abadi dari Sang Pencipta.
Frasa "Jadi, selama bumi ada" bukanlah sekadar ungkapan biasa. Ini adalah sebuah janji yang sangat mendasar dan kokoh. Keberadaan bumi ini, dengan segala siklus dan perubahannya, dijanjikan akan terus berlanjut. Tuhan sendiri yang menetapkan tatanan ini. Ini memberikan rasa aman dan kepastian bagi umat manusia yang hidup setelah Nuh, dan bagi kita di zaman modern ini. Kita tidak perlu hidup dalam ketakutan akan kehancuran total yang mendadak. Ada keteraturan yang menjaga eksistensi planet kita.
Penyebutan "musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam" secara spesifik menggambarkan ritme alam yang menjadi dasar kehidupan. Musim-musim ini bukan hanya fenomena alam, tetapi juga merupakan sumber kehidupan. Musim menabur adalah waktu untuk menanam benih, simbol harapan dan kerja keras, sementara musim menuai adalah waktu untuk menikmati hasil jerih payah, simbol berkat dan kepenuhan. Perubahan suhu, dari dingin yang menyegarkan hingga panas yang menghangatkan, serta siklus hujan yang memelihara kehidupan dan kemarau yang menguji ketahanan, semuanya adalah bagian dari tatanan ilahi yang memastikan kelangsungan ekosistem.
Bahkan rotasi bumi yang menciptakan siang dan malam secara teratur menjadi pengingat akan janji Tuhan. Siang memberikan kesempatan untuk beraktivitas dan bekerja, sementara malam menawarkan waktu untuk beristirahat dan refleksi. Kombinasi dari semua elemen ini menciptakan sebuah harmoni yang memungkinkan kehidupan untuk berkembang dan berlanjut dari generasi ke generasi. Ayat ini mengajarkan kita untuk melihat keteraturan alam sebagai bukti kehadiran dan kesetiaan Tuhan.
Lebih dari sekadar deskripsi alam, Kejadian 9:29 berbicara tentang keberlangsungan hidup dan ketahanan. Di tengah ketidakpastian hidup, janji ini memberikan dasar untuk optimisme. Bahwa meskipun mungkin ada tantangan, kesulitan, atau perubahan yang terjadi, siklus kehidupan yang lebih besar akan terus berputar. Ini adalah pengingat bahwa Tuhan adalah pemelihara kehidupan, dan Dia telah menetapkan tatanan yang kuat untuk bumi ini. Kita diajak untuk hidup dengan iman, mempercayai bahwa setelah badai, akan selalu ada musim yang lebih baik, dan bahwa siang pasti akan datang setelah malam.