Ayat ini dari Kitab Keluaran, salah satu kitab paling penting dalam Alkitab Perjanjian Lama, membuka tirai kisah tentang bagaimana bangsa Israel yang awalnya berkembang pesat di Mesir, justru mulai menghadapi tantangan dan penindasan yang semakin berat. Ayat ini menggambarkan sebuah percakapan strategis antara Firaun dan rakyatnya, yang dipicu oleh rasa khawatir berlebihan dan ketakutan akan pertumbuhan populasi bangsa Israel.
Di sini, kita melihat sebuah pemikiran yang didasari oleh ketakutan dan kecurigaan. Firaun dan para penasihatnya tidak lagi melihat bangsa Israel sebagai tamu atau bahkan sebagai sumber tenaga kerja yang berharga, melainkan sebagai ancaman potensial. Kekhawatiran bahwa bangsa Israel "jangan-jangan mereka bersatu dengan musuh-musuh kita, lalu berperang melawan kita dan lari dari negeri ini" menunjukkan bahwa rasa tidak aman telah mengakar dalam kebijakan mereka. Mereka memilih untuk bertindak secara "licik", sebuah kata yang menyiratkan adanya rencana yang tidak jujur dan manipulatif, untuk mengendalikan situasi yang mereka anggap berbahaya.
Strategi yang diusulkan bukanlah penyerangan frontal, melainkan langkah-langkah yang dirancang untuk mengurangi pertumbuhan populasi secara perlahan namun pasti. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana ketakutan dapat memicu tindakan yang tidak berperikemanusiaan dan sistematis. Mereka tidak ingin bangsa Israel bertambah banyak, sehingga setiap upaya dilakukan untuk menghambat kelahiran dan meningkatkan angka kematian. Ini adalah permulaan dari sebuah siklus penindasan yang akan membentuk sejarah bangsa Israel di Mesir.
Keluaran 1:10 bukan sekadar catatan sejarah. Ayat ini juga menawarkan pelajaran berharga bagi kita. Ia mengingatkan kita tentang bahaya ketakutan yang tidak terkendali. Ketika kita membiarkan ketakutan mendikte tindakan kita, kita berisiko kehilangan akal sehat dan nurani. Keputusan yang didasari oleh rasa cemas seringkali mengarah pada perilaku yang merugikan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Sebaliknya, kepercayaan dan kasih adalah fondasi yang lebih kuat untuk membangun hubungan dan menyelesaikan masalah.
Lebih jauh lagi, ayat ini menyoroti pentingnya keadilan dan empati. Penindasan yang dialami bangsa Israel adalah akibat langsung dari penolakan untuk melihat kemanusiaan mereka. Ketika kita gagal berempati, kita membuka pintu bagi segala bentuk diskriminasi dan kekejaman. Kisah bangsa Israel di Mesir, yang dimulai dengan kekhawatiran Firaun dalam Keluaran 1:10, pada akhirnya menjadi bukti kekuatan Tuhan yang mampu membebaskan umat-Nya dari belenggu penindasan, bahkan ketika rencana terlicik sekalipun dirancang untuk menghancurkan mereka.